Rabu, 24 Oktober 2012

ANALISIS PENGEMBANGAN PERTANIAN DALAM RANCANGAN TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUWANGI


BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Ruang dilihat sebagai wadah interaksi sosial, ekonomi, budaya antara manusia lainnya dan ekosistem serta sumberdaya buatan. Sudut pandangan yang demikian merupakan arah dan kebijakan dari pembangunan di bidang penataan ruang sehingga terjadi harmonisasi diantaranya guna optimalisasi penataan dan pemanfaatan ruang.
Salah satu tujuan pengembangan wilayah adalah pemerataan kesejahteraan antar wilayah. Kesejahteraan suatu wilayah dapat dilihat melalui tingkat pertumbuhan ekonomi wilayahnya. Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (added value) yang terjadi. (Tarigan, 2005).
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) pada intinya adalah rencana pemanfaatan ruang yang disusun untuk menjaga keserasian pembangunan wilayah dan sektor dalam rangka pelaksanaan program-program pemba-ngunan yang ada di wilayah. Sebagai suatu rencana, RTRW tidak hanya menggambarkan tata letak dan keterkaitan hirarki ruang, baik antara kegiatan maupun antar pusat kegiatan, akan tetapi kualitas komponen-komponen yang menjadi penyusunan ruang.
Pada dasarnya urusan tata ruang diarahkan pada revitalisasi penataan ruang dalam rangka mewujudkan pemanfaatan ruang daerah yang optimal dan berkelanjutan.
Jawa Timur merupakan salah satu propinsi yang terdiri dari beberapa Kabupaten, salah satunya adalah Kabupaten Banyuwangi. Dengan luas sekitar 5.782,50 km² sebagian besar wilayah Kab. Banyuwangi masih merupakan daerah kawasan hutan. Area kawasan hutan ini diperkirakan telah mencapai 182.814,85 ha atau sekitar 31,62 persen, daerah persawahan sekitar 66.152 ha atau 11,44 persen, perkebunan dengan luas sekitar 82.143,63 ha atau 14,21 persen, dimanfaatkan sebagai daerah permukiman dengan luas sekitar 127.454,22 ha atau 22,04 persen. Sedang sisanya telah dipergunakan oleh penduduk Kabupaten Banyuwangi dengan berbagai manfaat yang ada, seperti jalan, ladang dan lain-lainnya.
Selain penggunaan luas daerah yang demikian itu, Kabupaten Banyuwangi memiliki panjang garis pantai sekitar 282 km, serta jumlah Pulau ada 15 buah. Seluruh wilayah tersebut telah memberikan manfaat besar bagi kemajuan ekonomi penduduk Kabupaten Banyuwangi.
Berdasarkan garis batas koordinatnya, posisi Kabupaten Banyuwangi terletak diantara 7o 43’ 8o 46’ Lintang Selatan dan 113o 53’ 114o 38’ Bujur Timur. Secara administratif sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Situbondo, sebelah timur Selat Bali, sebelah selatan Samudera Indonesia serta sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Jember dan Bondowoso.
Umumnya daerah bagian Selatan, Barat dan Utara merupakan daerah pegunungan, sehingga pada daerah ini mempunyai tingkat kemiringan tanah dengan ratarata mencapai 40o serta dengan ratarata curah hujan lebih tinggi bila dibanding dengan daerah yang lain.
Daerah datar terbentang luas dari bagian Selatan hingga Utara yang tidak berbukit. Daerah ini banyak dialiri sungaisungai yang bermanfaat guna mengairi hamparan sawah yang luas. Selain ketersediaan hamparan sawah yang cukup luas dan potensial itu, kontribusi Daerah Aliran Sungai (DAS) juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap tingkat kesuburan tanah. Berdasarkan banyaknya DAS di Kabupaten Banyuwangi terdapat 35 DAS yang sepanjang tahun cukup untuk mengairi hamparan sawah yang ada.
Daratan yang datar tersebut sebagian besar mempunyai tingkat kemiringan kurang dari 15o diikuti ratarata curah hujan yang cukup memadai, sehingga akan bisa menambah tingkat kesuburan tanah.
Dari gambaran kondisi alam yang demikian itu menjadikan Kabupaten Banyuwangi menjadi salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Timur yang merupakan daerah lumbung padi. Selain itu menurut data statistik juga memberikan adanya indikasi kuat sebagai kabupaten potensi pertanian yang relatif besar setelah Kabupaten Malang dan Jember, bila dibandingkan dengan kabupaten lain di Propinsi Jawa Timur.
B.   Rumusan Masalah
1.  Bagaimana garis besar RTRW Kabupaten Banyuwangi?
2.  Bagaimana potensi pertanian di Kabupaten Banyuwangi?
3.  Bagaimana pengembangan wilayah agropolitan di Kabupaten Banyuwangi?
4.  Bagaimana revitalisasi di bidang pertanian di Kabupaten Banyuwangi?

C.   Tujuan
1.  Untuk mengetahui garis besar RTRW Kabupaten Banyuwangi.
2.  Untuk mengetahui potensi pertanian di Kabupaten Banyuwangi.
3.  Untuk mengetahui pengembangan wilayah agropolitan di Kabupaten Banyuwangi.
4.  Untuk  memberikan revitalisasi di bidang pertanian di Kabupaten Banyuwangi.



BAB II
PEMBAHASAN

A.   Garis Besar RTRW Kabupaten Banyuwangi
Ruang dilihat sebagai wadah interaksi sosial, ekonomi, budaya antara manusia lainnya dan ekosistem serta sumberdaya buatan. Sudut pandangan yang demikian merupakan arah dan kebijakan dari pembangunan di bidang penataan ruang sehingga terjadi harmonisasi diantaranya guna optimalisasi penataan dan pemanfaata ruang.
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) pada intinya adalah rencana pemanfaatan ruang yang disusun untuk menjaga keserasian pembangunan wilayah dan sektor dalam rangka pelaksanaan program-program pembangunan yang ada di wilayah. Sebagai suatu rencana, RTRW tidak hanya menggambarkan tata letak dan keterkaitan hirarki ruang, baik antara kegiatan maupun antar pusat kegiatan, akan tetapi kualitas komponen-komponen yang menjadi penyusunan ruang.
Pada dasarnya urusan tata ruang diarahkan pada revitalisasi penataan ruang dalam rangka mewujudkan pemanfaatan ruang daerah yang optimal dan berkelanjutan.
Tujuan pengembangan wilayah di Kabupaten Banyuwangi:
1.  Terwujudnya harmonisasi pengelolaan kawasan lindung dan mitigasi daerah rawan bencana dalam rangka pengembangan wilayah Kabupaten Banyuwangi;
2.  Tersedianya infrastruktur sehingga dapat mengurangi ketimpangan wilayah dan dapat memacu pertumbuhan ekonomi Kabupaten Banyuwangi;
3.  Berkembangnya sentra ekonomi unggulan Kabupaten Banyuwangi yang berbasiskan pada pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan dan pariwisata.
4.  Berkembangnya pendidikan yang berbasis sumberdaya daerah dalam rangka mendukung pengembangan wilayah Kabupaten Banyuwangi.

1.  Rencana Sistem Pusat-Pusat Pengembangan Wilayah di Kabupaten Banyuwangi
a.  Hierarki tingkat kekotaan di Kabupaten Banyuwangi
1)  Pusat Kegiatan Wilayah : Kota Banyuwangi
2)  Pusat Kegiatan Lokal : Kota Genteng, Rogojampi, Muncar
3)  Pusat Kegiatan Promosi Lokal : Kota Kalipuro, Wongsorejo, Bangorejo.
4)  Pusat Pelayanan Kawasan : Kota Kalibaru, Singojuruh, Srono, Pesanggaran, Purwoharjo, Tegaldlimo, Cluring, Glenmore, Kabat, Sempu, Songgon, Glagah, Wongsorejo, Giri, Tegalsari, Licin, Siliragung
b.  SWP Banyuwangi
1)  Kota Banyuwangi: Sebagai pusat pertumbuhan bagi kabupaten Banyuwangi Bagian Utara yang sekaligus berfungsi sebagai pusat pertumbuhan bagi Kabupaten Banyuwangi.
2)  Kota Rogojampi: Sebagai pusat pertumbuhan bagi kabupaten Bagian Tengah Timur yang sekaligus berfungsi sebagai pusat pengembangan bandar udara Blimbingsari dan Fishery Town bagi Kabupaten Banyuwangi.
3)  Kota Genteng: Sebagai pusat pertumbuhan bagi Kabupaten Banyuwangi Bagian Tengah Barat yang sekaligus berfungsi sebagai pusat pertumbuhan terbesar ke-2 di Kabupaten Banyuwangi.
4)  Kota Bangorejo: Sebagai pusat pertumbuhan bagi Kabupaten Banyuwangi Bagian Selatan yang sekaligus berfungsi sebagai Agropolitan.

B.   Potensi Pertanian Kabupaten Banyuwangi
Sektor pertanian merupakan sektor ekonomi yang paling dominan bila diperhatikan berdasarkan struktur ekonomi Kab. Banyuwangi. Sektor pertanian meliputi pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan serta perikanan dan kelautan. Khusus dalam sektor pertanian ini, ada dua sub sektor didalamnya yang sangat potensial. Yaitu sub sektor tanaman bahan makanan dan sub sektor perikanan laut. Namun yang dibahas dalam makalah ini hanya bertumpu pada sektor tanaman bahan pangan.
Peranan sub sektor tanaman bahan makanan dapat menyumbang produksi padi Jawa Timur, yang mana Kab. Banyuwangi merupakan salah satu daerah lumbung padi.
Kabupaten Banyuwangi merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Timur yang mempunyai luas daerah terbesar, sehingga dengan adanya ketersediaan luas daerah yang begitu besar tersebut, kesempatan untuk dijadikan sebagai lahan pertanian akan mempunyai peluang besar. Namun perlu dipahami pula bahwa tidak semua tanah mempunyai tingkat kesuburan yang sama.
Berdasarkan pemanfaatan lahan yang digunakan oleh para petani, mulai dari kawasan Selatan ke arah Utara yang melebar ke arah Barat merupakan daerah potensi tanaman bahan makanan. Utamanya tanaman padi banyak ditanam di kawasan ini, bahkan sebagian besar dari kawasan tersebut pola tanam padi dalam satu tahunnya bisa dilakukan hingga tiga kali.
Pada tahun 2009 produksi padi telah mengalami kenaikan sebesar 4,11 persen dibanding tahun 2008. Kalau diperhatikan trend dari produksi padi pada tiga tahun terakhir indikasinya menunjukkan pola yang meningkat. Peningkatan ini perlu dijaga agar tidak terjadi penurunan. Penurunan yang mungkin terjadi tersebut, akan menimbulkan banyak penafsiran.
Diantara penafsirannya adalah, lahan pertanian setiap tahun diduga mengalami pengurangan lahan sebagai akibat digunakan untuk kepentingan lain. Misalnya digunakan sebagai daerah pemukiman maupun pemanfaatan yang lain. Risikonya produksi tanaman bahan makanan akan menurun sebanding dengan berkurangnya lahan pertanian tersebut.
Selama tiga tahun terakhir ini, menurut catatan Dinas Pertanian Kehutanan Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Banyuwangi diperoleh informasi adanya peningkatan produksi padi yang diikuti dengan meningkatnya luas panen. Naiknya produksi jagung yang diikuti dengan turunnya luas panen. Adapun beberapa jenis tanaman bahan makanan yang lain mempunyai produksi yang berfluktuasi.

C.   Pengembangan Wilayah Agropolitan di Kabupaten Banyuwangi
1.  Konsep Agropolitan
Pembangunan Perdesaan sebagai produsen hasil pertanian masih kurang optimal dibandingkan pembangunan perkotaan sebagai pusat kegiatan dan pertumbuhan ekonomi, telah mendorong aliran sumber daya dari wilayah perdesaan ke wilayah perkotaan secara tidak seimbang. kesenjangan sosial dan kehidupan masyarakat desa dan kota yang semakin melebar. Disisi lain pergeseran fungsi lahan pertanian ke lahan non pertanian, kepemilikan lahan pertanian yang relatif menyempit, minimnya infrastruktur perdesaan, rendahnya tingkat pendidikan masyarakat perdesaan, kesemuanya merupakan refleksi perekonomian di perdesaan. Untuk itu diperlukan strategi dalam membangkitkan pembangunan ekonomi yang mampu memberikan kehidupan lebih baik bagi mayoritas penduduk di perdesaan yang hidup di sektor pertanian melalui pengembangan kawasan agropolitan.
Mensikapi berbagai tantangan dalam pembangunan pertanian yang sejalan dengan upaya percepatan pembangunan perdesaan, diperlukan komitmen yang kuat dan kerjasama yang erat antara pemerintah, masyarakat maupun swasta. Untuk hal tersebut, Pengembangan Kawasan Agropolitan merupakan salah satu pendekatan pembangunan perdesaan berbasis pertanian dalam artian luas (termasuk kegiatan agrowisata, minapolitan dan sebagainya), dengan menempatkan ‘kota-tani’ sebagai pusat kawasan dan ketersediaan sumberdayanya, sebagai modal tumbuh dan berkembangnya kegiatan saling melayani dan mendorong usaha agrobisnis antar desa-desa kawasan (hinterland) dan desa-desa sekitarnya. Sehingga terwujudnya sistem usaha agribisnis antara perkotaan dan perdesaan untuk mempercepat pembangunan ekonomi daerah.
Kawasan agropolitan tidak ditentukan oleh batasan administrasi pemerintah, tetapi lebih ditentukan oleh economic of scale dan economic of scope. Untuk itu penetapan kawasan agropolitan dirancang secara lokal dengan memperhatikan realitas perkembangan agrobisnis yang ada di setiap daerah. Pada akhirnya, konsep gerakan agropolitan dapat digunakan sebagai salah satu alternatif konsep pembangunan kawasan yang mampu mendorong perekonomian daerah, baik pada tingkat kabupaten/kota maupun tingkat provinsi; menciptakan sinergitas pembangunan antar wilayah yang lebih berimbang; mengatasi masalah-masalah pembangunan wilayah perdesaan; dan pengelolaan pertanian.
Penataan ruang kawasan perdesaan (dapat berbentuk kawasan agropolitan) diantaranya diarahkan untuk memberdayakan masyarakat perdesaan melalui beberapa upaya, antara lain adalah pengembangan lembaga perekonomian perdesaan untuk meningkatkan produktivitas kegiatan ekonomi dalam kawasan perdesaan, termasuk kegiatan pertanian, kegiatan perikanan, dan kegiatan perkebunan.
Pengembangan Kawasan Agropolitan (PKA) pada prinsipnya bukan merupakan kegiatan yang bersifat ‘exclusive’ tetapi lebih bersifat ‘complement’ terhadap 3 (tiga) agenda prioritas pembangunan di Jawa Timur, tahun 2009 – 2014, yaitu:
a)      Meningkatkan percepatan dan pemerataan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berkelanjutan, terutama melalui pengembangan agroindustri/ agrobisnis, serta pembangunan dan perbaikan infrastruktur terutama pertanian di perdesaan.
b)      Memperluas lapangan kerja, meningkatkan efektifitas penanggulangan kemiskinan, memberdayakan ekonomi rakyat, terutama wong cilik dan meningkatkan kesejahteraan rakyat
c)      Memelihara kualitas dan fungsi lingkungan hidup serta meningkatkan perubahan pengelolaan sumber daya alam dan penataan ruang.
Hasil evaluasi pelaksanaan pengembangan kawasan agropolitan di Jawa Timur menunjukkan beberapa kendala dan permasalahan antara lain:
a)      Pemahaman para stakeholder terhadap hakekat konsepsi pengembangan kawasan agropolitan belum tersosialisasikan sampai tataran yang paling rendah, oleh karena perangkat organisasi dan tata-laksana operasionalnya belum memiliki landasan legal operasional (Norma, Standar, Pedoman dan Manual) yang memadai.
b)      Koordinasi lintas institusi di tingkat lokal, regional maupun nasional masih belum optimal.
c)      Pengendalian kegiatan belum tertata dengan baik, oleh karena belum dimilikinya pedoman tentang sistem dan prosedur pelaksanaan PKA. Terbukti pada beberapa daerah yang sudah habis masa stimulasinya oleh Pemerintah Pusat / Provinsi, tetapi belum dilakukan evaluasi.
Dengan demikian pengembangan kawasan agropolitan harus komplementer dan sinergis dengan berbagai program baik yang berasal dari pusat, provinsi dan Kabupaten/ Kota. Maka mekanisme pengembangan kawasan agropolitan merupakan kesatuan kegiatan sosialisasi dengan aspek-aspek sebagai berikut:
a.  Ciri-Ciri Kawasan Agropolitan
1)  Sebagian besar kegiatan masyarakat di kawasan tersebut didominasi oleh kegiatan pertanian (dalam arti luas) dan atau agribisnis dalam suatu kesisteman yang utuh dan terintegrasi mulai dari:
a)  Subsistem usaha tani/ pertanian primer (on farm agribusiness) yang mencakup usaha: tanaman pangan, holtikultura, perkebunan, perikanan, dan peternakan.
b)  Subsistem agribisnis hulu (up stream agribusiness) yang mencakup: mesin, peralatan pertanian pupuk, dan lain-lain.
c)  Subsistem agribisnis hilir (down stream agribusiness) yang meliputi: industri-industri pengolahan dan pemasarannya termasuk perdagangan untuk kegiatan ekspor.
d) Subsistem jasa-jasa penunjang (kegiatan yang menyediakan jasa bagi agribisnis) seperti: perkreditan, asuransi, transportasi, penelitian dan pengembangan, pendidikan, penyuluhan, infrastruktur, dan kebijakan pemerintah.
2)  Adanya keterkaitan antara kota dengan desa (urban-rural linkages) yang bersifat interdependensi/timbal balik dan saling membutuhkan, di mana kawasan pertanian di perdesaan mengembangkan usaha budi daya (on farm) dan produk olahan skala rumah tangga (off farm) sebaliknya kota menyediakan fasilitas untuk berkembangnya usaha budi daya dan agribisnis seperti penyediaan sarana pertanian antara lain: modal, teknologi, informasi, peralatan pertanian, dan lain sebagainya.
3)  Kegiatan sebagian besar masyarakat di kawasan tersebut didomonasi oleh kegiatan pertanian atau agribisnis termasuk didalamnya usaha industri (pengolahan) pertanian, perdagangan hasil-hasil pertanian (termasuk perdagangan untuk kegiatan ekspor bila dimungkinkan), perdagangan agribisnis hulu (sarana pertanian dan permodalan), agrowisata dan jasa pelayanan.
4)  Kehidupan masyarakat di kawasan agropolitan sama dengan suasana kehidupan di perkotaan, karena prasarana dan infrastruktur yang ada di kawasan agropolitan diusahakan tidak jauh berbeda dengan di kota.
b.  Persyaratan Kawasan Agropolitan
Suatu wilayah dapat dikembangkan menjadi suatu kawasan agropolitan harus dapat memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1)  Memiliki komoditas unggulan yang sudah berkembang dengan prioritas untuk didukung oleh sektor hilirnya.
2)  Memiliki sumberdaya lahan dengan agroklimat yang sesuai untuk mengembangkan komoditi pertanian (yaitu komoditi unggulan tersebut).
3)  Memiliki prasarana dan infrastruktur yang memadai untuk mendukung pengembangan sistem dan usaha agribisnis khususnya pangan, seperti misalnya: jalan, sarana, irigasi/pengairan, sumber air baku, terminal, jaringan telekomunikasi, fasilitas perbankan, pusat informasi pengembangan agribisnis, sarana produksi pengolahan hasil pertanian, dan fasilitas umum serta fasilitas sosial lainnya.
4)  Memiliki sumberdaya manusia yang mau dan berpotensi untuk mengembangkan kawasan agropolitan secara mandiri.
5)  Usaha agribisnis yang dimiliki masyarakat tani di kawasan mampu dikembangkan lebih baik lagi serta berdampak luas terhadap pertumbuhan ekonomi di kawasan dan daerah sekitarnya.
6)  Konservasi alam dan kelestarian lingkungan hidup tercapai guna menjamin budi daya kelestarian sumberdaya alam, kelestarian sosial budaya maupun ekosistem yang berkelanjutan dalam RTRK/ RDTRK yang disepakati.

2.  Kawasan Agropolitan di Kabupaten Banyuwangi
Kawasan agropolitan di Banyuwangi, seperti yang dijelaskan dalam garis besar RTRW Kabupaten adalah Kecamatan Bangorejo. Kecamatan Bangorejo merupakan kota di wilayah selatan Bayuwangi yang terletak pada segitiga emas pengembangan ekonomi di wilayah Banyuwangi selatan, yakni: Kecamatan Genteng sebagai pusat pertumbuhan ekonomi wilayah selatan, Kecamatan Muncar yang didapuk sebagai kota minapolitan, dan terakhir adalah Bangorejo sendiri sebagai kota agropolitan.
Pengembangan potensi pertanian memang cukup menjanjikan di wilayah Banyuwangi selatan, karena daerahnya yang rata dengan curah hujan yang cukup memadai, selain itu banyak DAS yang ditemuka di daerah ini sehingga daerahnya cukup subur. 
Dari peta tersebut bisa dijelaskan, bahwa warna biru muda pada peta tersebut merupakan sawah irigasi, sedangkan yang berwarna jingga merupakan sawah tadah hujan.
Beberapa alasan mengapa agropolitan di kembangkan di Bangorejo adalah seperti yang sudah dijelaskan di atas, terletak pada segitiga emas pengembangan ekonomi bagian selatan, letaknya yang dekat dengan akses jalan propinsi, dan sistem irigasinya yang memadai karena terdapat sistem irigasi peninggalan Belanda.
Berikut adalah tabel komoditas pertanian bahan pangan di Kecamatan Bangorejo.
Tabel
Komoditas Pertanian Bahan Pangan Kecamatan Bangorejo
(Sumber: Banyuwangi dalam Angka 2010)

Produksi
Jml produksi
Status Produksi
Padi
41.758 ton/tahun
Unggulan
Jagung
4.399 ton/tahun
Unggulan
Kedelai
3.637 ton/tahun
Unggulan

Sedangkan sarana dan prasarana yang ada di Kecamatan bangorejo adalah sebagai berikut:
a.       Jalan poros desa,jalan usaha tani dan jaringan irigasi
b.      Sub terminal agribisnis
c.       Alat pengolah gula merah
d.      Jalan poros desa dan jaringan irigasi
e.       Pasar, Koperasi
f.       Pabrik pengolah coklat
g.      Jalan poros desa dan jaringan irigasi
h.      Pasar,Granding house
i.        KUD, KSP Mikro, USP pakan ternak

D.   Revitalisasi Di Bidang Pertanian Di Kabupaten Banyuwangi
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator  kesejahteraan masyarakat. Pada tahun 2006, perekonomian Kabupaten Banyuwangi tumbuh sebesar 5,07 persen, meningkat menjadi 6,22 persen tahun 2011 (BPS, 2011). Dilihat dari strukturnya, perekonomian Kabupaten Banyuwangi tersebut, didominasi oleh sektor pertanian dengan kontribusi hampir mencapai 50 persen. Untuk itu tepat kiranya, jika pemerintah daerah meletakkan sektor pertanian sebagai prioritas unggulan pembangunan daerah guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebagai prioritas pembangunan daerah, sektor ini mempunyai peran strategis melalui kontribusi yang nyata sebagai sumber pendapatan, penyediaan bahan pangan, penyerap tenaga kerja, serta pelestarian lingkungan melalui praktek usaha tani yang ramah lingkungan.
Dengan kontribusi pada struktur ekonomi kabupaten yang besar, maka keberhasilan pembangunan pertanian sangat menentukan keberhasilan pembangunan daerah secara makro. Capaian sektor pertanian menjadi indikator utama capaian pembangunan daerah. Pada tahun 2011, komoditas utama pertanian tanaman pangan yang terdiri dari padi, jagung dan kedelai menunjukkan peningkatan yang signifikan. Jika produksi padi pada tahun 2008 sebesar 644,8 ribu ton, meningkat menjadi 717,2 ton tahun 2009, maka pada tahun 2011, dengan luas tanam 121,2 ribu hektar, produktifitas padi mencapai 6 ton per hektar dengan produksi sebesar 720.432 ton.Produksi jagung pada tahun 2011mencapai 177.174 ton, dengan produktifitas 59,78 kuintal per hektar. Produksi jagung ini dihasilkan dari target sasaran tanam sebesar 35.183 hektar yang terealisasi 31.141 ha, dengan target sasaran panen 34.975 hektar yang terealisasi sebesar 29.728 hektar. Produksi kedelai pada tahun 2011 mencapai 64.129 ton dari sasaran tanam 36.049 dengan produktifitas 17,78 kuintal per hektar. Atas keberhasilan peningkatan produksi padi tahun 2008-2009 sebesar  11 persen serta peningkatan produksi padi tahun 2009-2010 sebesar 9,98 persen, maka disampaikan Penghargaan Pemerintah kepada Bupati Banyuwangi sebagai Kabupaten yang berhasil meningkatkan produksi padi diatas 5 persen.
Kabupaten Banyuwangi memiliki potensi ketersediaan lahan yang cukup besar, yaitu sebesar 63.049 hektar (BPS, SP Lahan 2010). Namun demikian, sebagian lahan potensi tersebut merupakan lahan sub optimal seperti lahan kering yang produktivitasnya relatif rendah, karena kendala kekurangan air, tingginya kemasaman/salinitas, serta tanah yang kurang subur. Beberapa lokasi lahan di wilayah Kecamatan Wongsorejo dan  Kalipuro termasuk dalam kategori ini.
Di samping itu, berbagai tantangan besar juga masih harus dihadapi oleh Kabupaten Banyuwangi saat ini dan tahun-tahun mendatang. Perubahan dan perkembangan lingkungan yang sangat dinamis serta persoalan mendasar sektor pertanian seperti kecilnya status dan luas kepemilikan lahan; terbatasnya sistem pengendalian hama, pengendalian pola tanam padi-padi polowijo, terbatasnya akses petani terhadap permodalan,serta masih lemahnya kapasitas kelembagaan petani dan penyuluh, sangat mempengaruhi kinerja pembangunan pertanian.Perubahan iklim global yang terjadi saat ini telah menyebabkan anomali iklim. Frekuensi dan keteraturan hujan yang kurang menyebabkan perkembangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Sinar matahari kurang menyebabkan fotosintesa kurang dan pada gilirannya menyebabkan produksi menurun dan di sisi lain menyebabkan peningkatan OPT.
Penggunaan pupuk kimiawi dan organik secara berimbang yang diharapkan mampu memperbaiki dan meningkatkan kesuburan tanah, saat ini masih belum optimal, sehingga produktivitas komoditas pertanian masih dihadapkan pada menurunnya kesuburan fisik tanah pertanian, terutama di lahan sawah. Struktur tanah semakin masif akibat penerapan pupuk kimia dalam jangka waktu yang lama menjadi penyebab paling besar. Di samping itu, menurunnya kesuburan juga diakibatkan oleh kecenderungan petani yang masih menggunakan salah satu pupuk tunggal secara berlebihan, terutama pupuk nitrogen (N) sementara penggunaan jenis pupuk lainnya (P, K dan unsur mikro) masih sangat kurang. Untuk meningkatkan produktivitas tanaman dan lahan sekaligus mengurangi konsumsi pupuk N, maka upaya menggerakkan proporsi penggunaan pupuk kimia dengan meningkatkan penggunaan pupuk organik untuk memperbaiki kesuburan fisik tanah akan terus diupayakan.
Sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar PDRB Kabupaten Banyuwangi. Dalam satu dekade belakangan, sumbangan sektor pertanian terhadap PDBR Kabupaten Banyuwangi berkisar 50 persen. Dibandingkan dengan Indonesia pada umumnya, sumbangan ini jauh lebih besar, karena untuk Indonesia sumbangan sektor pertanian dalam kurun waktu yang sama kurang dari 20 persen. Selain itu, sektor pertanian merupakan penyerap angkatan kerja terbesar. Ketika sektor-sektor lain belum mampu menyerap banyak tenaga kerja, sektor pertanian bisa berfungsi sebagai katup pengaman untuk mengatasi pengangguran.
1.  Permasalahan
a.  Proses Budidaya Pertanian
1)  Terdapat kecenderungan menurunnya sumbangan sektor pertanian (termasuk perkebunan, peternakan dan perikanan) kepada PDRB;
2)  Para petani mengalami kesulitan di dalam mengakses permodalan, teknologi dan pasar;
3)  Cenderung meningkatnya gangguan iklim dan hama penyakit;
4)  Para petani mengalami kesulitan di dalam memperoleh bibit unggul, pupuk dan obatan-obatan;
5)  Masih lemahnya manajemen pengairan dalam pertanian;
6)  Lemahnya pengelolaan sumber daya pesisir.
b.  Pasca Panen
1)  Belum terintegrasinya produksi pertanian dengan produk-produk lain, seperti produk olahan dan jasa;
2)  Harga produksi gabah mengalami penurunan pada masa panen;
3)  Minimnya peralatan pasca panen; pengering gabah, pengolah hasil
4)  Lemahnya jaringan produksi pasca panen seperti; tidak memiliki penyimpanan hasil produksi, hasil produksi langsung dijual kepada tengkulak;
5)  Rendahnya nilai tukar petani (NTP);

c.  Infrastruktur
1)  Belum memadai ketersediaan sarana pertanian, seperti DAM dan saluran irigasi;
2)  Belum memadainya jalan, sarana dan prasarana transportasi;
3)  Belum tersedia (atau memadai) pasar hasil-hasil pertanian.
d.  Sumber Daya Manusia
1)  Terjadinya penurunan minat kaum anak-anak muda untuk menjadi petani. Pada 2007 jumlah penduduk yang menekuni sektor pertanian mencapai 26,45 persen. Angka ini mengalami penurunan menjadi 25,45 persen pada 2008 (BAPPEDA Banyuwangi: Kabupaten Banyuwangi dalam Angka 2010);
2)  Rendahnya ketrampilan petani dalam mengadopsi dan melaksanakan teknologi baru pertanian;
3)  Pengetahuan tentang pertanian masih bersifat tradisional dan turun temurun.
e.  Kelembagaan
1)  Kurangnya tenaga penyuluh pertanian, baik dalam kuantitas maupun kualitas;
2)  Lemahnya peran serta kelompok tani serta gabungan kelompok tani;
3)  Rendahnya peran organisasi petani;
4)  Rendahnya peran lembaga perekonomian perdesaan;
5)  Rendahnya peran litbang dalam pembangunan pertanian
6)  Belum padunya antar sektor dalam menunjang pembangunan pertanian
7)  Rendahnya luas kepemilikan lahan petani;
8)  Kurang optimalnya kinerja dan pelayanan birokrasi pertanian.

2.  Sasaran
a.       Meningkatnya produktivitas dan nilai tambah hasil pertanian;
b.      Meningkatnya akses petani terhadap permodalan, teknologi dan pasar;
c.       Meningkatnya daya adaptasi petani terhadap iklim dan pengendalian hama penyakit tanaman;
d.      Meningkatnya ketersediaan bibit unggul dan sarana produksi pertanian;
e.       Optimalisasi pengunaan sumber daya air;
f.       Meningkatnya nilai tukar petani;
g.      Meningkatnya nilai tambah produk-produk pertanian;
h.      Meningkatnya pengunaan peralatan pertanian;
i.        Meningkatnya minat kaum muda pada sektor pertanian;
j.        Meningkatnya kualitas SDM pertanian;
k.      Meningkatnya jumlah dan kualitas penyuluh pertanian;
l.        Meningkatnya peran litbang pertanian;
m.    Meningkatnya infrastruktur penunjang pertanian;
n.      Meningkatnya peran organisasi petani dan kelompok tani;
o.      Meningkatnya komitmen birokrat terhadap sektor pertanian;
p.      Meningkatnya intergrasi vertikal maupun horisontal sektor pertanian.

3.  Solusi
a.     Proses Budidaya Pertanian
1)   Memanfaatkan lahan pertanian dan laut seoptimal mungkin;
2)   Pengembangan produk-produk unggulan sektor pertanian di masingmasing desa (one village one product);
3)   Mengembangkan pupuk dan obatan-obatan organik;
4)   Mengembangkan teknologi on-farm;
5)   Mempermudah akses permodalan bagi petani;
6)   Mengembangkan pola pergiliran tanaman;
7)   Pemberdayaan petani.
b.    Pasca Panen
1)   Mengembangkan teknologi off-farm;
2)   Mengembangkan agroindustri;
3)   Mengembangkan usaha agribisnis pedesaan;
4)   Meningkatkan ketahanan ekonomi rumah tangga petani.
c.    Infrastruktur
1)   Memperbaiki dan mengembangkan DAM dan saluran irigasi;
2)   Memperbaiki dan mengembangkan jalan poros desa
3)   Membangun akses pasar
d.   Sumber Daya Manusia
1)   Membangun image pertanian di kalangan anak muda;
2)   Mengalakan penyuluhan pertanian;
3)   Meningkatkan pengetahuan dan profesionalisme petani.
e.    Kelembagaan
1)   Membangun sistem agribisnis;
2)   Membangun visi bersama antara birokrasi, organisasi pertanian, kelompok tani;
3)   Penataan organisasi penyuluh pertanian;
4)   Rekuitmen dan pelatihan tenaga penyuluh;
5)   Menumbuhkan kepekaan dan kreatifitas penelitian dan pengembangan pertanian.



BAB III
KESIMPULAN

A.   Kesimpulan
Pengembangan wilayah di Kabupaten Banyuwangi di bagi menjadi beberapa pusat-pusat pengembangan, yaitu:
1)  Kota Banyuwangi: Sebagai pusat pertumbuhan bagi kabupaten Banyuwangi Bagian Utara yang sekaligus berfungsi sebagai pusat pertumbuhan bagi Kabupaten Banyuwangi.
2)  Kota Rogojampi: Sebagai pusat pertumbuhan bagi kabupaten Bagian Tengah Timur yang sekaligus berfungsi sebagai pusat pengembangan bandar udara Blimbingsari dan Fishery Town bagi Kabupaten Banyuwangi.
3)  Kota Genteng: Sebagai pusat pertumbuhan bagi Kabupaten Banyuwangi Bagian Tengah Barat yang sekaligus berfungsi sebagai pusat pertumbuhan terbesar ke-2 di Kabupaten Banyuwangi.
4)  Kota Bangorejo: Sebagai pusat pertumbuhan bagi Kabupaten Banyuwangi Bagian Selatan yang sekaligus berfungsi sebagai Agropolitan.
Sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar PDRB Kabupaten Banyuwangi. Dalam satu dekade belakangan, sumbangan sektor pertanian terhadap PDBR Kabupaten Banyuwangi berkisar 50 persen. Oleh karena itu, arah pengembangan wilayah ini dititikberatkan dalam bidang pertanian.
Kawasan agropolitan di Banyuwangi, seperti yang dijelaskan dalam garis besar RTRW Kabupaten adalah Kecamatan Bangorejo. Kecamatan Bangorejo merupakan kota di wilayah selatan Bayuwangi yang terletak pada segitiga emas pengembangan ekonomi di wilayah Banyuwangi selatan, yakni: Kecamatan Genteng sebagai pusat pertumbuhan ekonomi wilayah selatan, Kecamatan Muncar yang didapuk sebagai kota minapolitan, dan terakhir adalah Bangorejo sendiri sebagai kota agropolitan.
Masalah-masalah yang dijelaskan di atas bisa di atasi jika menggunakan penyelesaian sebagai berikut:
a.     Proses Budidaya Pertanian
1)   Memanfaatkan lahan pertanian dan laut seoptimal mungkin;
2)   Pengembangan produk-produk unggulan sektor pertanian di masingmasing desa (one village one product);
3)   Mengembangkan pupuk dan obatan-obatan organik;
4)   Mengembangkan teknologi on-farm;
5)   Mempermudah akses permodalan bagi petani;
6)   Mengembangkan pola pergiliran tanaman;
7)   Pemberdayaan petani.
f.     Pasca Panen
1)      Mengembangkan teknologi off-farm;
2)      Mengembangkan agroindustri;
3)      Mengembangkan usaha agribisnis pedesaan;
4)      Meningkatkan ketahanan ekonomi rumah tangga petani.
g.    Infrastruktur
1)      Memperbaiki dan mengembangkan DAM dan saluran irigasi;
2)      Memperbaiki dan mengembangkan jalan poros desa
3)      Membangun akses pasar
h.    Sumber Daya Manusia
1)      Membangun image pertanian di kalangan anak muda;
2)      Mengalakan penyuluhan pertanian;
3)      Meningkatkan pengetahuan dan profesionalisme petani.
i.      Kelembagaan
1)      Membangun sistem agribisnis;
2)      Membangun visi bersama antara birokrasi, organisasi pertanian, kelompok tani;
3)      Penataan organisasi penyuluh pertanian;
4)      Rekuitmen dan pelatihan tenaga penyuluh;
5)      Menumbuhkan kepekaan dan kreatifitas penelitian dan pengembangan pertanian.



DAFTAR PUSTAKA

BAPPEDA Kabupaten Banyuwangi. 2010. Kabupaten Banyuwangi dalam Angka 2010. Banyuwangi: BAPPEDA Kabupaten Banyuwangi

BAPPEDA Kabupaten Banyuwangi. 2012. RTRW Kabupaten Bayuwangi. Artikel. (online). (http://bappeda.banyuwangikab.go.id/rtrw.html, diakses 16 Maret 2012)

BAPPEDA Kabupaten Banyuwangi. 2012. Pengembangan Argopolitan. Artikel. (online). (http://bappeda.banyuwangikab.go.id/perencanaan-pembangunan/agropolitan.html, diakses 16 Maret 2012)

BAPPEDA Kabupaten Banyuwangi. 2011. Draft Awal RPJMD Kabupaten Banyuwangi 2011-2015. Banyuwangi: BAPPEDA Kabupaten Banyuwangi

BAPPERPROV Jawa Timur. 2011. Pedoman Umum Pengembangan kawasan Agropolitan Provinsi Jawa Timur Tahun 2011. Surabaya: BAPPERPROV Jawa Timur

BAPPERPROV Jawa Timur. 2011. Sistem Informasi Agropolitan. Artikel. (online). (http://agropolitan-jatim.net/kawasan.detail.php?generateID=aWRUYWh1bj0yMDEwJnByb2ZpbD1CYW55dXdhbmdp, diakses 16 Maret 2012)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar