BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Air pada bagian ujung pantai yang berbatasan dengan
lautan tidak pernah diam pada suatu ketinggian yang tetap, tetapi mereka selalu
bergerak naik dan turun sesuai dengan siklus pasang. Permukaan air laut
perlahan-lahan naik sampai pada ketinggian maksimum, peristiwa tersebut
dinamakan pasang tinggi (high water),
setelah itu turun sampai pada suatu ketinggian minimum yang disebut pasang
rendah (low water). Dari sini
permukaan air akan mulai bergerak naik lagi. Perbedaan ketinggian antara pasang
tinggi dan pasang rendah dikenal sebagai tinggi pasang (tidal range). Sifat khas dari naik turunnya permukaan air terjadi
dua kali setiap hari, sehingga terdapat dua periode pasang tinggi dan dua
periode pasang rendah.
Pasang terutama disebabkan oleh adanya gaya tarik menarik
antara dua tenaga yang terjadi di lautan berasal dari gaya sentrifugal yang
disebabkan oleh perputaran bumi pada sumbunya dan gaya gravitasi yang berasal
dari bulan. Akibat adanya tenaga pembangkit pasang ini akan dijumpai adanya dua
tonjolan (bulges) massa air di mana satu bagian terdapat pada permukaan bumi
yang letaknya paling dekat dengan bulan dan dua tonjolan yang lain terdapat
pada bagian yang letaknya paling jauh (sisi lain) dari bulan. Kedudukan posisi
bulan, bumi, matahari menghasilkan gelombang spring tides dan neap tides.
Gelombang pasang yang tertinggi biasaya dikenal tsunami. Gelombang tersebut terjadi
akibat gangguan yang berada di dasar laut, yakni gempa. Saat
gerakan ini terjadi maka akan menyebabkan gerakan air dasar bergejolaknya massa air. Gerakan ini menyebabkan air yang
terombang ambing secara vertical.
Berdasarkan keterangan tersebut, maka penulis akan
membahas ”Pasang Surut Air Laut”
agar dapat bermanfaat bagi pembacannya.
B. Perumusan Masalah
Makalah ini akan dibahas dalam beberapa permasalahan
sebagai berikut:
1.
Bagaimana konsep gelombang pasang surut air laut?
2.
Apakah faktor-faktor pembentuk gelombang pasang surut air
laut?
3.
Jelaskan tipe-tipe gelombang pasang surut air laut?
4.
Bagaimana pasang surut di Indonesia ?
5.
Jelasakan alat-alat dan metode pengukuran pasang surut?
6.
Bagaimana konsep terjadinya tsunami?
C. Tujuan Permasalahan
1.
Menjelaskan konsep gelombang pasang surut air laut;
2.
Menyebutkan faktor-faktor pembentuk gelombang pasang
surut air laut;
3.
Menjelaskan tipe-tipe gelombang pasang surut air laut;
4.
Menjelaskan pasang surut di Indonesia;
5.
Menjelasakan alat-alat dan metode pengukuran pasang surut
air laut; dan
6.
Menjelaskan konsep tsunami.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep Gelombang Pasang Surut Air Laut
Fenomena
pasang surut diartikan naik turunnya muka laut secara berkala akibat adanya gaya tarik
benda-benda angkasa terutama matahari dan bulan terhadap massa air di bumi (Pariwono, 1989). Selain itu, pasang surut laut merupakan
suatu fenomena pergerakan naik turunnya permukaan air laut secara berkala yang
diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik menarik dari
benda-benda astronomi terutama oleh matahari, bumi dan bulan (Dronkers, 1964).
Pengaruh benda angkasa lainnya dapat diabaikan karena jaraknya lebih jauh atau
ukurannya lebih kecil. Pasang surut yang terjadi di
bumi ada tiga jenis yaitu: pasang surut atmosfer (atmospheric tide), pasang surut laut (oceanic tide) dan pasang surut bumi padat (tide of the solid earth), tetapi yang akan dibahas dalam makalah ini tentang pasang surut air laut.
Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan
efek sentrifugal. Efek sentrifugal berasal dari dorongan ke arah luar pusat
rotasi. Gravitasi bervariasi secara langsung dengan massa tetapi berbanding
terbalik terhadap jarak. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, gaya
tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam
membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak
matahari ke bumi. Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan
matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge)
pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut
ditentukan oleh deklinasi, sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital
bulan dan matahari.
Beberapa teori yang mengkaji tentang pasang
surut air laut antara lain: (1) Eqilibrium
Theory, dan (2) Dynamical Theory.
Berikut masing-masing penjelasan teori-teori tersebut.
(1) Teori Keseimbangan (Eqilibrium Theory)
Teori
kesetimbangan pertama kali diperkenalkan oleh Sir Isaac Newton (1642 – 1727).
Teori tersebut menerangkan sifat-sifat pasang surut secara
kualitatif. Teori tersebut
terjadi pada bumi ideal yang seluruh permukaannya ditutupi oleh
air dan pengaruh kelembaman (Inertia)
diabaikan. Teori tersebut
juga menyatakan bahwa naik-turunnya permukaan laut sebanding dengan gaya pembangkit pasang surut
(King, 1966). Oleh
karena itu, memahami gaya pembangkit passng surut
dilakukan dengan memisahkan pergerakan sistem bumi-bulan-matahari menjadi 2, yaitu sistem
bumi-bulan dan sistem bumi matahari. Teori kesetimbangan bumi diasumsikan tertutup air dengan kedalaman
dan densitas yang sama dan naik turun muka laut sebanding dengan gaya
pembangkit pasang surut atau GPP (Tide Generating
Force), yaitu Resultante gaya tarik
bulan dan gaya sentrifugal. Teori tersebut
berkaitan dengan hubungan antara laut, massa air yang naik, bulan,
dan matahari. Gaya pembangkit pasut ini akan menimbulkan air tinggi pada dua
lokasi dan air rendah pada dua lokasi (Gross, 1987).
(2) Teori Pasang Surut Dinamik (Dynamical Theory)
Teori
ini pertama kali dikembangkan oleh Laplace (1796-1825). Teori tersebut melengkapi
teori kesetimbangan, sehingga sifat-sifat pasut dapat diketahui secara kuantitatif. Teori tersebut menyatakan lautan yang
homogen masih diasumsikan menutupi seluruh bumi pada kedalaman yang konstan,
tetapi gaya-gaya tarik periodik dapat membangkitkan gelombang dengan periode
sesuai dengan konstitue-konstituennya (Pond dan Pickard, 1978). Gelombang pasang surut yang terbentuk dipengaruhi oleh GPP (Tide Generating Force), yaitu Resultante gaya tarik bulan dan gaya
sentrifugal, kedalaman dan luas perairan, pengaruh rotasi bumi, dan pengaruh
gesekan dasar.
Menurut
teori dinamis, gaya pembangkit pasang surut menghasilkan gelombang pasang surut (tide wive) yang periodenya sebanding
dengan gaya pembangkit pasang surut. Terbentuknya gelombang, maka
terdapat faktor lain yang perlu diperhitungkan selain GPP. Menurut Defant
(1958), faktor-faktor tersebut antara lain :
·
Kedalaman
perairan dan luas perairan;
·
Pengaruh
rotasi bumi (gaya Coriolis);
·
Gesekan
dasar rotasi bumi menyebabkan semua benda yang bergerak di permukaan bumi
akan berubah arah (Coriolis Effect).
Di belahan bumi utara benda membelok ke kanan, sedangkan di belahan bumi
selatan benda membelok ke kiri. Pengaruh tersebut tidak terjadi di
equator, tetapi semakin meningkat sejalan dengan garis lintang dan mencapai
maksimum pada kedua kutub. Besarnya juga bervariasi tergantung pada kecepatan
pergerakan benda tersebut.
Menurut Mac Millan (1966) berkaitan dengan dengan
fenomeana pasang surut, gaya Coriolis mempengaruhi arus pasang surut. Faktor
gesekan dasar dapat mengurangi tunggang pasut dan menyebabkan keterlambatan
fase (Phase lag) serta mengakibatkan
persamaan gelombang pasut menjadi non linier semakin dangkal perairan maka
semaikin besar pengaruh gesekannya.
B.
Tenaga Pembentuk Gelombang Pasang Surut Air Laut
Faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya pasang surut berdasarkan teori kesetimbangan, yakni rotasi
bumi pada sumbunya, revolusi bulan terhadap matahari, dan revolusi bumi
terhadap matahari. Sedangkan berdasarkan teori dinamis adalah kedalaman dan
luas perairan, pengaruh rotasi bumi (gaya coriolis),
dan gesekan dasar. Selain itu, terdapat beberapa faktor lokal yang dapat
mempengaruhi pasang surut di suatu perairan, seperti topogafi dasar laut,
lebar selat, bentuk teluk, sehingga berbagai lokasi memiliki ciri pasang surut
yang berlainan (Wyrtki, 1961).
Pasang
surut laut merupakan hasil dari gaya
tarik gravitasi dan efek sentrifugal. Efek sentrifugal adalah dorongan ke
arah luar pusat rotasi. Gravitasi bervariasi secara langsung dengan massa
tetapi berbanding terbalik terhadap jarak. Meskipun ukuran bulan lebih
kecil dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada
gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang surut laut karena
jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi. Gaya tarik
gravitasi menarik air laut ke
arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut
gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang
surut ditentukan oleh deklinasi, yaitu sudut antara sumbu rotasi bumi dan
bidang orbital bulan dan matahari (Priyana, 1994).
Gambar
1.1 Gravitasi antara bumi dan bulan
Bulan
dan matahari keduanya memberikan gaya gravitasi tarikan terhadap bumi yang
besarnya tergantung kepada besarnya masa benda yang saling tarik menarik
tersebut. Bulan memberikan gaya tarik (gravitasi) yang lebih besar dibanding
matahari. Hal tersebut disebabkan walaupun masa bulan lebih kecil dari
matahari, tetapi posisinya lebih dekat ke bumi. Gaya-gaya ini mengakibatkan
air laut yang menyusun 71% permukaan bumi,
menggelembung pada sumbu yang menghadap ke bulan. Pasang surut terbentuk
karena rotasi bumi yang berada di bawah muka air yang menggelembung tersebut yang
mengakibatkan kenaikan dan penurunan permukaan laut di
wilayah pesisir secara periodik. Gaya tarik gravitasi matahari juga
memiliki efek yang sama, namun dengan derajat yang lebih kecil. Daerah-daerah
pesisir mengalami dua kali pasang dan dua kali surut selama periode sedikit di
atas 24 jam (Priyana, 1994).
Bumi berputar pada porosnya, maka pasang
tinggi yang terjadi pun akan bergerak bergantian secara perlahan-lahan dari
satu tempat ke tempat yang lain di permukaan bumi. Satu perputaran yang dialami
bumi sehubungan dengan gerakan bulan memerlukan waktu selama 24 jam 50 menit,
maka dua pasang tinggi dan dua pasang rendah terjadi dalam periode tersebut.
Gaya tarik gravitasi matahari juga
mempengaruhi terjadinya pasang walaupun tenaga yang ditimbulkan terhadap lautan
hanya sekitar 47% dari tenaga yang dihasilkan oleh gaya gavitasi bulan. Pada
waktu bulan baru dan bulan penuh matahari dan bulan terletak pada satu garis
terhadap bumi dan gaya gravitasi yang ditimbulkan mempunyai arah yang sama.
Akibatnya, gaya tarik gabungan tersebut menghasilkan tonjolan air pasang yang
lebih besar dari biasanya dan pasang yang terjadi pada saat ini dinamakan spring tide. Pada waktu bulan seperempat
dan tiga perempat, matahari dan bulan terletak pada posisi yang membentuk sudut
siku-siku (90°) satu sama lain, sehingga pada saat ini gaya tarik gravitasi
matahari bersifat melemahkan gaya tarik bulan. Akibatnya, gaya tarik yang
ditimbulkan terhadap massa air laut menjadi berkurang dan terjadi pasang yang
lebih kecil dinamakan neap tide.
Gambar
1.2 Tenaga pembentuk pasang surut air laut
Faktor-faktor setempat seperti bentuk
dasar lautan dan massa daratan di sekitarnya kemungkinan menghalangi aliran air
yang dapat berakibat luas terhadap sifat-sifat pasang. Contohnya, di Cua Cam di
Teluk Tonkin, tipe pasangnya adalah diurnal, di sini hanya terjadi satu periode
pasang tinggi dan satu periode pasang rendah dalam waktu satu hari. Mixed tide adalah tipe pasang yang
tingginya selalu berubah-ubah yang terjadi di beberapa tempat. Pasang campuran
(mixed tides) yang bentuk pasangnya
berdasar pada pola pasang semi diurnal terjadi di daerah Sandakan di
Laut Sulu, sedang yang bentuk pasangnya berdasar pada pola pasang diurnal terdapatdi Hon Nie Nieu di
Vietnam.
Gambar
1.3 Bentuk pantai juga memepengaruhi
pasang
surut air laut
C.
Tipe – Tipe Gelombang Pasang Surut Air Laut
Perairan laut memberikan
respon yang berbeda terhadap gaya pembangkit pasang surut,sehingga terjadi tipe
pasut yang berlainan di sepanjang pesisir. Terdapat tiga tipe pasut yang dapat
diketahui (Dronkers, 1964), yaitu:
1)
Pasang surut diurnal. Bila dalam sehari terjadi satu satu
kali pasang dan satu kali surut. Biasanya
terjadi di laut sekitar
katulistiwa.
2)
Pasang surut semi diurnal. Bila
dalam sehari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang hampir sama
tingginya.
3)
Pasang surut campuran. Gabungan dari tipe 1 dan tipe 2, bila
bulan melintasi khatulistiwa (deklinasi kecil), pasang surutnya bertipe semi diurnal, dan jika
deklinasi bulan mendekati maksimum terbentuk
pasang surut
diurnal.
Pasang surut juga terjadi di Indonesia dibagi menjadi 4 (Wyrtki,
1961), yaitu:
1)
Pasang surut
harian tunggal (Diurnal Tide)
Pasang surut yang hanya terjadi satu kali pasang dan satu kali
surut dalam satu hari. Contohnya, terdapat
di Selat Karimata.
Gambar 1.4 Diurnal
Tides
2)
Pasang surut
harian ganda (Semi Diurnal Tide)
Pasang surut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut
yang tingginya hampir sama dalam satu hari. Contohnya terdapat di Selat
Malaka hingga Laut
Andaman.
Gambar 1.5 Semi
Diurnal Tides
3)
Pasang surut
campuran condong harian tunggal (Mixed
Tide, Prevailing Diurnal)
Pasang surut yang tiap harinya terjadi satu kali pasang
dan satu kali surut tetapi terkadang dengan dua kali pasang dan dua kali surut
yang sangat berbeda dalam tinggi dan waktu. Contohnya terdapat
di Pantai Selatan Kalimantan dan Pantai Utara Jawa Barat.
Gambar 1.6 Mixed
Tide, Prevailing Diurnal
4)
Pasang surut
campuran condong harian ganda (Mixed
Tide, Prevailing Semi Diurnal)
Pasang surut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali
surut dalam sehari tetapi terkadang terjadi satu kali pasang dan satu kali
surut dengan memiliki tinggi dan waktu yang berbeda. Contohnya terdapat
di Pantai Selatan Jawa dan Indonesia Bagian Timur.
Gambar 1.7 Mixed
Tide, Prevailing Semi Diurnal
Gambar 1.8 Fase
ditribusi pasang surut
Kedudukan posisi bulan, matahari, dan bumi, akan menghasilkan
gelombang, yang dibagi menjadi 2 yaitu :
a.
gelombang pasang
semi atau purnama (Spring tides). Apabila posisi bumi, bulan dan matahari
terletak dalam satu garis lurus, sehingga mempunyai puncak gelombang peling
tinggi dan lembah gelombang rendah,
terjadi dua kali dalam satu bulan.
b.
Gelombang pasang
perbani (neap tides). Terjadi dua kali dalam sebulan apabila posisi bulan,
bumi dan matahari membentuk menyiku
sehingga dihasilkan gelombang pasang yang berupa lunar bulge dan lembah
gelombang mengalami kenaikan sedikit yang di sebabkan karena solar bulge
sehingga puncak gelombang mengalami penurunan sedikit apabila dibandingkan dengan
spring tides, tetapi lembah gelombang mengalami kenaikan.
Gambar 1.9 Tipe
pasang surut perbani
Gambar 1.10 Tipe
pasang surut spring tides
Faktor lain yang mempengaruhi efek ketinggian gelombang adalah
proses revolusi bulan mengelilingi bumi dalam elliptical orbit. Titik perige
apabila bulan berada dekat dengan bumi dan titik apogee apabila bulan berada
pada titik terjauh dari bumi. Gelombang yang terjadi akibat proses revolusi
bulan terhadap bumi dibedakan menjadi:
a.
Fase gelombang perige, apabila 2 kali dalam setahun bumi, bulan
dan matahari berada dalam satu garis dan bulan berada dalam titik perige
sehingga terjadi puncak gelombang benar-benar tinggi dan lembah gelombang
benar-benar rendah.
b.
Fase gelombang apogee, apabila dalam setahun terjaadi 2 kali posisi bumi, bulan, dan matahari berada dalam fase yang
tidak segaris dab bulan berada pada titik apogee, sehingga menyebabkan puncak gelombang
benar-benar rendah, dan lembah gelombang benar-benar tinggi.
Gelombang pasang merupakan sinergi dari tiga fenomena yang terjadi
serentak yakni:
a.
Pasang tertinggi. Terjadi setiap 18,6 tahun sekali pada
17 mei terjadi bulan baru sehingga bumi segaris lurus dengan bulan dan matahari
pada jarak terdekat (perigeum), sehingga
kombinasi gravitasi keduanya mampu mengangkat air hingga mencapai pasang
maksimal.
b.
Gelombang Kelvin. Gelombang di samudra atau atmosfer yang mengimbangi gaya Conolis (gaya
akibat rotasi bumi). Gaya tersebut
mengarah dari masing-masing kutub ke equator dengan tendensi ke timur dengan
kecepatan tetap, hingga membentur pantai atau saling berbenturan dengan
gelombang Kelvin dari arah yang berlawanan di equator.
c.
Gelombang Swell. Gelombang akibat tiupan angin dengan
skala yang lebih besar dari pada riak (ripples). Angin terjadi karena perbedaan
pemanasan. Perbedaan pemanasan ini antara lain diakibatkan oleh perbedaan
liputan awan yang berbeda.
Sinergi tiga kekuatan ini (pasang surut, rotasi bumi, dan angin)
yang masing-masing pada kondisi maksimum, mengahasilkan gelombang maksimum
pula. Ketika gelombang tersebut bertemu topografi dasar laut yang melandai di dekat
pantai, maka puncak gelombang tersebut akan tampak membesar, sehingga ketika
menghantam pantai menimbulkan bencana yang mengerikan.
Beberapa tipe gelombang pasang surut tersebut juga mempengaruhi
arus gelombang pasang surut. Gerakan air vertikal yang berhubungan dengan naik
dan turunnya pasang surut, diiringi oleh gerakan air horizontal yang disebut
dengan arus pasang surut. Permukaan
air laut senantiasa
berubah-ubah setiap saat karena gerakan pasang surut, keadaan tersebut juga
terjadi pada tempat-tempat sempit, seperti teluk dan selat, sehingga
menimbulkan arus pasut(Tidal current). Gerakan arus pasut
dari laut lepas yang
merambat ke perairan pantai akan mengalami perubahan, faktor yang
mempengaruhinya antara lain adalah berkurangnya kedalaman (Mihardja, 1994).
Arus yang terjadi di laut teluk
dan laguna akibat massa air mengalir dari permukaan yang lebih tinggi ke
permukaan yang lebih rendah yang disebabkan oleh pasang surut. Arus pasang surut adalah arus yang cukup dominan pada
perairan teluk yang memiliki karakteristik pasang (Flood) dan surut. Pada waktu gelombang pasang surut merambat
memasuki perairan dangkal, seperti muara sungai atau teluk, maka badan air
kawasan ini akan bereaksi terhadap aksi dari perairan lepas (King, 1962).
Daerah-daerah
di mana arus pasang surut cukup kuat,
tarikan gesekan pada dasar laut menghasilkan potongan arus vertikal, dan resultan
turbulensi menyebabkan bercampurnya lapisan air bawah secara vertikal.
Pada daerah lain, di mana arus pasang surut lebih lemah,
pencampuran sedikit terjadi, dengan demikian stratifikasi (lapisan-lapisan air
dengan kepadatan berbeda) dapat terjadi. Perbatasan antar daerah-daerah kontras
dari perairan yang bercampur dan terstratifikasi seringkali secara jelas
didefinisikan, sehingga terdapat perbedaan lateral yang ditandai dalam
kepadatan air pada setiap sisi batas.
Tipe pasang surut juga dapat ditentukan
berdasarkan bilangan Formzal (F) yang dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut:
F
= [A(O1) + A(K1)]/[A(M2) + A(S2)]
Tabel
2.1 Tipe pasang surut berdasarkan bilangan Formzal (F)
Dimana:
F
: bilangan Formzal
AK1 : amplitudo komponen pasang surut
tunggal utama yang
disebabkan
oleh gaya tarik bulan dan matahari
AO1 : amplitudo
komponen pasang surut tunggal utama yang
disebabkan
oleh gaya tarik bulan
AM2 : amplitudo komponen pasang surut ganda
utama yang
disebabkan oleh gaya tarik bulan
AS2 : amplitudo komponen pasang surut
ganda utama yang
disebabkan oleh gaya tarik matahari
Sifat pasang surut yang periodik
tentunya dapat diramalkan. Untuk meramalkan pasang surut, diperlukan data
amplitudo dan beda fasa dari masing-masing komponen pembangkit pasang surut.
Komponen-komponen utama pasang surut terdiri dari komponen tengah harian dan
harian. Namun demikian, karena interaksinya dengan bentuk (morfologi) pantai
dan superposisi antar gelombang pasang surut komponen utama, akan terbentuklah
komponen-komponen pasang surut yang baru.
D.
Pasang Surut di Indonesia
Indonesia
merupakan negara kepulauan yang dikelilingi oleh dua lautan, yaitu Samudera Indonesia dan Samudera
Pasifik.
Posisinya yang berada di garis
katulistiwa, sehingga
kondisi pasang surut, angin, gelombang, dan arus laut cukup besar. Hasil pengukuran tinggi pasang
surut di wilayah laut Indonesia menunjukkan beberapa
wilayah lepas laut pesisir
daerah Indonesia memiliki pasang surut cukup tinggi. Beberapa wilayah lepas laut pesisir
Indonesia yang memiliki pasang surut cukup tinggi, antara lain wilayah laut di
timur Riau, laut dan
muara sungai antara Sumatera Selatan dan Bangka, laut dan
selat di sekitar pulau Madura, pesisir Kalimantan Timur, dan muara sungai di
selatan pulau Papua (muara sungai Digul) (Sumotarto, 2003).
Keadaan
pasang surut di perairan Nusantara ditentukan oleh penjalaran pasang surut dari
Samudra Pasifik, Hindia, morfologi pantai, dan batimeri perairan yang kompleks
dimana terdapat banyak selat, palung, dan laut yang
dangkal dan laut dalam.
Keadaan perairan tersebut membentuk pola pasang surut yang beragam. Di
Selat Malaka pasang surut setengah harian (semi diurnal)
mendominasi tipe pasut di daerah tersebut. Berdasarkan pengamatan pasang
surut di Kabil, Pulau Batam diperoleh bilangan Formzhal sebesar 0,69, sehingga pasang surut di Pulau Batam dan
Selat Malaka pada umumnya adalah pasut bertipe campuran dengan tipe ganda yang menonjol. Pasang surut harian
(diurnal) terdapat di Selat Karimata
dan Laut Jawa.
Berdasarkan pengamatan pasut di Tanjung Priok diperoleh bilangan Formzhal
sebesar 3,80. Jadi tipe pasang
surut
di Teluk Jakarta dan laut Jawa pada umumnya
adalah pasut bertipe tunggal. Tunggang
pasang surut di perairan Indonesia bervariasi antara 1 sampai dengan 6
meter. Di Laut Jawa, umumnya
tunggang pasang surut antara 1–1,5 m, kecuali
di Selat madura yang mencapai 3 meter. Tunggang pasang surut 6 meter di jumpai di Papua (Diposaptono, 2007).
Kisaran pasang-surut (tidal
range), yakni perbedaan tinggi muka air pada saat pasang maksimum dengan
tinggi air pada saat surut minimum, rata-rata berkisar antara 1 m hingga 3 m.
Di Tanjung Priok (Jakarta) kisarannya hanya sekitar 1 m, Ambon sekitar 2 m,
Bagan Siapi-api sekitar 4 m, sedangkan yang tertinggi di muara Sungai Digul dan
Selat Muli di dekatnya (Irian Jaya bagian selatan) kisaran pasang-surutnya
cukup tinggi, bisa mencapai sekitar 7-8 m (Nontji, 1987).
Pasang-surut
tidak hanya mempengaruhi lapisan di bagian teratas saja, melainkan seluruh
massa air. Energinya sangat
besar. Di perairan-perairan pantai, terutama di teluk-teluk atau selat-selat
yang sempit, gerakan naik-turunnya muka air akan menimbulkan terjadinya arus
pasang-surut. Di tempat-tempat tertentu arus pasang-surut ini cukup kuat. Arus
pasang-surut terkuat yang tercatat
di Indonesia adalah di Selat Capalulu,
antara P. Taliabu dan P. Mangole (Kepulauan Sula) yang
kekuatannya bisa mencapai 5 m/detik. Di selat-selat di antara pulau-pulau Nusa
Tenggara kekuatannya bisa mencapai 2,5-3 m/detik pada saat pasang purnama. Di
daerah-daerah lainnya kekuatan arus pasang-surut biasanya kurang dari 1,5
m/detik, sedangkan di laut terbuka di atas paparan kekuatannya biasanya kurang dari 0,5 m/detik.
Berbeda
dengan arus yang disebabkan oleh angin yang hanya terjadi pada air lapisan
tipis di permukaan, arus pasang-surut bisa mencapai lapisan yang lebih dalam.
Ekspedisi Snellius I (1929-1930) di perairan Indonesia bagian Timur dapat
menunjukkan bahwa arus pasang-surut masih dapat diukur pada kedalaman lebih
dari 600 m (Nontji, 1987).
E.
Alat-Alat Pengukuran Pasang Surut Air Laut dan Metode
Pengukurannya
Beberapa alat prngukuran pasang surut diantaranya sebagai
berikut:
a. Tide Staff
Alat ini berupa
papan yang telah diberi skala dalam meter atau centi meter. Biasanya
digunakan pada pengukuran pasang surut di lapangan. Tide Staff (papan Pasut)
merupakan alat pengukur pasang
surut
paling sederhana yang umumnya digunakan untuk mengamati ketinggian
muka laut atau tinggi gelombang air laut. Bahan yang
digunakan biasanya terbuat dari kayu, alumunium atau bahan lain yang di cat
anti karat.
Gambar 2.2 Tide
Staff
Syarat pemasangan papan pasut adalah:
o
Saat pasang tertinggi tidak
terendam air dan pada surut terendah masih tergenang oleh air;
o
Jangan dipasang pada gelombang pecah karena akan bias atau pada daerah aliran
sungai (aliran debit air);
o
Jangan dipasang didaerah dekat kapal bersandar atau aktivitas yang
menyebabkan air bergerak secara tidak teratur;
o
Dipasang pada daerah yang terlindung dan pada tempat yang mudah untuk
diamati dan dipasang tegak lurus
o
Cari tempat yang mudah untuk pemasangan misalnya dermaga sehingga
papan mudah dikaitkan;
o
Dekat dengan bench mark atau titik referensi lain yang ada sehingga data
pasang surut mudah untuk diikatkan terhadap titik referensi;
o
Tanah dan dasar laut atau sungai tempat didirikannya papan harus stabil;
dan
o
Tempat didirikannya papan harus dibuat pengaman dari arus dan sampah
b. Tide Gauge
Perangkat untuk mengukur perubahan
muka laut secara mekanik dan otomatis. Alat ini memiliki sensor
yang dapat mengukur ketinggian permukaan air laut yang kemudian
direkam ke dalam komputer. Tide gauge terdiri dari dua
jenis, yaitu:
o
Floating tide gauge (self
registering)
Prinsip kerja
alat ini berdasarkan naik turunnya permukaan air laut dapat diketahui melalui pelampung yang
dihubungkan dengan alat pencatat (recording unit). Pengamatan pasang surut dengan alat ini banyak
dilakukan, namun yang lebih banyak dipakai adalah dengan cara rambu pasut.
o
Pressure tide
gauge (self registering)
Prinsip kerja pressure tide gauge hampir sama dengan
floating tide gauge, namun perubahan naik-turunnya air laut direkam melalui perubahan tekanan pada dasar laut yang dihubungkan dengan alat pencatat (recording unit).
Alat ini dipasang sedemikian rupa sehingga selalu berada di bawah permukaan air laut tersurut, namun alat ini jarang sekali dipakai
untuk pengamatan pasang surut.
Gambar 2.3 Tide
Gauge
c. Satelit
Sistem satelit altimetri berkembang sejak tahun 1975 saat
diluncurkannya sistem satelit Geos-3. Saat ini, secara umum sistem
satelit altimetri mempunyai tiga objektif ilmiah jangka panjang, yaitu
mengamati sirkulasi lautan global, memantau volume dari lempengan es kutub, dan
mengamati perubahan muka laut rata-rata (MSL) global. Prinsip Dasar Satelit
Altimetri adalah satelit altimetri dilengkapi dengan pemancar pulsa radar
(transmiter), penerima pulsa radar yang sensitif (receiver), serta jam
berakurasi tinggi. Sistem ini, altimeter radar yang dibawa oleh satelit
memancarkan pulsa-pulsa gelombang elektromagnetik (radar) kepermukaan laut. Pulsa-pulsa
tersebut dipantulkan balik oleh permukaan laut dan diterima kembali oleh
satelit. Prinsip penentuan perubahan kedudukan muka laut dengan teknik
altimetri yaitu pada dasarnya satelit altimetri bertugas mengukur jarak
vertikal dari satelit ke permukaan laut.
Tinggi satelit di atas permukaan ellipsoid referensi diketahui maka tinggi muka laut (Sea Surface
Height atau SSH) saat pengukuran dapat ditentukan sebagai selisih antara tinggi
satelit dengan jarak vertikal. Variasi muka laut periode pendek harus
dihilangkan sehingga fenomena kenaikan muka lautdapat terlihat melalui analisis deret waktu (time series analysis). Analisis
deret waktu dilakukan karena kita akan melihat variasi temporal periode panjang
dan fenomena sekularnya (http://gdl.geoph.itb.ac.id).
Selain itu, terdapat metode perhitungan pasang surut air laut. Hal
tersebut dikarenakan gaya
tarik bumi dan benda langit (bulan dan matahari), gaya gravitasi bumi,
perputaran bumi pada sumbunya dan perputaran bumi mengelilingi matahari
menimbulkan pergeseran air laut, salah satu akibatnya adalah terjadinya pasang
surut laut. Fenomena alam tersebut merupakan gerakan periodik, maka pasang
surut yang ditimbulkan dapat dihitung dan diprediksikan (www.bakosurtanal.go.id).
Dalam
penelitian lebih lanjut diketahui bahwa untuk setiap tempat yang mengalami
pasang surut mempunyai ciri tertentu, yaitu besar pengaruh dari tiap-tiap
komponen selalu tetap dan hal ini disebut tetapan pasang surut. Selama tidak
terjadi perubahan pada keadaan geografinya, tetapan tersebut tidak akan
berubah. Apabila tetapan pasang surut untuk suatu tempat tertentu sudah
diketahui maka besar pasang surut untuk setiap waktu dapat diramalkan (www.
digilib.itb.ac.id).
Menghitung
tetapan pasang surut tersebut, beberapa metoda yang sudah biasa dipakai
misalnya metoda Admiralty yang berdasarkan pada data pengamatan selama 15 hari
atau 29 hari. Pada metode ini dilakukan perhitungan yang dibantu dengan tabel akan
menghasilkan tetapan pasang surut untuk 9 komponen. Dengan adanya kemajuan
teknologi di bidang elektronika yang sangat pesat, penggunaan komputer mikro
untuk menghitung tetapan pasang surut serta peramalannya akan sangat
memungkinkan. Sehubungan dengan itu akan dicari suatu cara untuk memproses data
pengamatan pasang surut sehingga dapat dicari tetapan pasang surut serta peramalannya
dengan cara kerja yang mudah.
Proses
perhitungan dari komputer didasarkan pada penyesuaian lengkung dari data
pengamatan dengan metoda kuadrat terkecil dengan menggunakan beberapa komponen
yang dianggap mempunyai faktor yang paling menentukan. Untuk ini dibahas
penurunan matematiknya serta pembuatan program untuk kamputernya.
Program
komputer dibuat sedemikian rupa sehingga untuk proses perhitungan tersebut
diatas hanya tinggal memesukkan data, sedang seluruh proses selanjutnya akan
dikerjakan oleh komputer. Program untuk komputer dibahas secara terperinci
mulai dari dasar perhitungan, isi program serta bagan alirnya. Kebenaran dan
ketelitian hasil perhitungan dibuktikan dengan memberikan contoh perhitungan
dan penyajian berupa grafik. Perhitungan dilakukan untuk beberapa lokasi
pengamatan pasang surut serta waktu pengamatan yang berlainan (www.digilib.itb.ac.id ).
Di
Indonesia, pengamatan pasut laut bekerjasama dengan pihak otoritas pelabuhan,
Bakosurtanal memasang alat rekam data pasut otomatis di dermaga pelabuhan yang
disebut stasiun pasut. Alat rekam data pasut (AWLR = Automatically Water Level Recorder) mencatat tinggi muka laut
secara otomatis dan terus menerus. Rekaman data berupa grafik, lubang-lubang
kertas data pada stasiun pasut online, data pasut dicatat dan, setiap saat
dapat dilakukan download lewat saluran telepon dan menggunakan modem.
Pengumpulan
dan pengolahan data pasut, kertas rekam data pasut pada 28 stasiun pasut
manual, setiap akhir bulan dipotong dan dikirim ke Bakosurtanal untuk
pengolahan data. Pengumpulan data pasut pada 25 stasiun pasut on-line,
dilakukan dengan download pada komputer di Bakosurtanal yang dilengkapi modem
dan fasilitas saluran telepon. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan
komputer dan software pengolahan pasut.
Analisa
dan penyajian informasi pasut. Analisa pasut meliputi hasil hitungan yang dapat
menjelaskan karakter pasang surut laut. Sajian informasi karakter laut tersebut
tampilannya bervariasi mulai tampilan standard informasi pasut sampai dengan
informasi praktis bagi pengguna untuk perencanaan bangunan pelabuhan.
Hasil
kegiatan yang diperoleh adalah data pasut 53 stasiun pasut seluruh Indonesia
dalam waktu 1 (satu) tahun pengamatan. Data tersebut dihitung dan hasilnya
disajikan pada buku informasi pasut laut Bakosurtanal (www.bakosurtanal.go.id).
Gambar 2.4 Tampilan Pasang surut
yang dicatat di Bakosurtanal
F.
Tsunami
Perpindahan badan air yang disebabkan
oleh perubahan permukaan laut secara vertikal dengan tiba-tiba dinamakan Tsunami. Perubahan permukaan laut tersebut bisa disebabkan
oleh gempa bumi yang berpusat di bawah laut, letusan gunung berapi bawah laut,
longsor bawah laut, atau atau hantaman meteor di laut. Gelombang tsunami dapat
merambat ke segala arah. Tenaga yang dikandung dalam gelombang tsunami tetap terhadap fungsi ketinggian dan
kelajuannya. Di laut dalam, gelombang tsunami dapat merambat dengan
kecepatan 500-1000 km per jam. Setara dengan kecepatan pesawat terbang. Ketinggian gelombang di laut dalam hanya
sekitar 1 meter. Dengan demikian, laju gelombang tidak terasa oleh kapal yang
sedang berada di tengah laut.
Ketika mendekati pantai, kecepatan
gelombang tsunami menurun hingga sekitar 30 km per jam, namun ketinggiannya
sudah meningkat hingga mencapai puluhan meter. Hantaman gelombang tsunami dapat masuk hingga puluhan kilometer dari
bibir pantai. Kerusakan dan korban jiwa yang terjadi karena tsunami dapat diakibatkan hantaman air maupun material yang
terbawa oleh aliran gelombang tsunami.
Gambar 3.1 Proses Tsunami
Gambar 3.2 Tsunami akibat
gempa tektonik di dasar laut
Kecepatan gelombang tsunami tergantung
pada kedalaman laut di mana gelombang terjadi, dimana kecepatannya bisa
mencapai ratusan kilometer per jam. Bila tsunami mencapai pantai, kecepatannya
akan menjadi kurang lebih 50 km/jam dan energinya sangat merusak daerah pantai
yang dilaluinya. Di tengah laut tinggi gelombang tsunami hanya beberapa cm
hingga beberapa meter, namun saat mencapai pantai tinggi gelombangnya dapat mencapai
puluhan meter karena terjadi penumpukan masa air. Saat mencapai pantai tsunami
akan merayap masuk daratan jauh dari garis pantai dengan jangkauan mencapai
beberapa ratus meter bahkan bisa beberapa kilometer.
Gerakan vertikal ini dapat terjadi pada
patahan bumi atau sesar. Gempa bumi juga banyak terjadi di daerah subduksi,
dimana lempeng samudera menelusup ke bawah lempeng benua. Tanah longsor yang
terjadi di dasar laut serta runtuhan gunung api juga dapat mengakibatkan
gangguan air laut yang dapat menghasilkan tsunami. Gempa yang menyebabkan
gerakan tegak lurus lapisan bumi. Akibatnya, dasar laut naik-turun secara
tiba-tiba, sehingga keseimbangan air laut yang berada di atasnya terganggu.
Demikian pula benda kosmis atau meteor yang jatuh dari atas. Jika ukuran meteor
atau longsor ini cukup besar, dapat terjadi megatsunami yang tingginya mencapai
ratusan meter.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Gelombang pasang surut air laut disebabkan oleh beberapa
faktor. Menurut teori keseimbangan gaya
pembangkit pasang surut terjadi
karena pemisahkan pergerakan sistem bumi-bulan-matahari menjadi 2, yaitu sistem
bumi-bulan dan sistem bumi matahari. Sedangkan menurut teori
dinamik gaya pembangkit pasang surut menghasilkan gelombang pasang surut (tide wive) yang periodenya sebanding
dengan gaya pembangkit pasang surut. Selain itu, faktor faktor lokal seperti bentuk
dasar lautan dan massa daratan di sekitarnya kemungkinan menghalangi aliran air
yang dapat berakibat luas terhadap sifat-sifat pasang.
.
Tenaga pembentuk pasang surut juga berasal dari bulan, bumi, dan matahari yang menarik
air laut ke
arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut.
Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, yaitu sudut
antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari (Priyana, 1994).
Tipe-tipe
pasang surut air laut bermacam-macam. Salah satunya berdasarkan kedudukan
bulan, bumi, dan matahari antara lain spring
tides dan nead tides. Indonesia
terjadi tipe pasang surut harian, campuran, dan
semi diurnal. Indonesia juga
memiliki pasang surut yang tinggi karena dipengaruhi oleh Samudera Hindia dan
Pasifik.
Alat-alat
yang digunakan dalam pengukuran pasang surut air laut antara lain, tide staff, Tide Gauge, dan satelit. Sedangkan metode yang digunakan dalam
pengukuran pasang surut air laut dengan proses perhitungan dari komputer
didasarkan pada penyesuaian lengkung dari data pengamatan dengan metoda kuadrat
terkecil dengan menggunakan beberapa komponen yang dianggap mempunyai faktor
yang paling menentukan. Dengan bantuan komputer, maka akan memperoleh data
pasang surut air laut.
Tsunami
merupakan gelombang laut besar yang terjadi karena gempa tektonik di dasar
laut, gunung meletus, dan tanah longsor. Gerakan vertikal ini dapat terjadi pada patahan bumi atau sesar. Patahan
tersebut akan terisi oleh air secara tiba-tiba yang biasanya dinamakan surut
secara drastis. Jika sudah cukup terisi oleh air dan mendapat tekanan yang
kuat, maka gelombang tersebut lama-kelamaan akan tinggi dan sangat kuat
untuk mencapai daratan, hingga membuat kerusakan. Gelombang tsunami dapat merambat dengan
kecepatan 500-1000 km per jam. Dengan gelombang besar tersebut
menyebabkan daerah di sekitar pantai juga luluh lantak.
DAFTAR PUSTAKA
Aditra, Chris. 2009.
Pasang Surut. (Online).
(http://mydipblog.blogspot.com/2009/04/pasang-surut.html).
Diakses, 21
Pebruari
2012.
Admin. 2011. Pengertian
Tsunami, Sebab Tsunami. (Online).
(http://ridwanaz.com/umum/geografi/sebab-terjadinya-tsunami
pengertian-tsunami-foto-video/). Diakses 17 Pebruari 2012.
Hutabarat, Sahala.
1982. Pengantar Oceanografi.
Surabaya: Erlangga.
Suardi,
Yogi. 2011. Pasang surut. (Online). (http://www.ilmukelautan.com/oseanografi/fisika-oseanografi/402-pasang-surut). Diakses tanggal 28 Januari 2012.
Subagio, Heru. 2011. Pasang Surut Air Laut. (Online).
Wiwoho, Bagus Setiabudi. 1999. Pengantar
Oceanografi. Malang: Universitas
Negeri Malang.
terimakasih ... posting anda sangat membantu saya
BalasHapus