Minggu, 28 Oktober 2012

Pasang Surut Air Laut (Makalah Oceanografi)


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Air pada bagian ujung pantai yang berbatasan dengan lautan tidak pernah diam pada suatu ketinggian yang tetap, tetapi mereka selalu bergerak naik dan turun sesuai dengan siklus pasang. Permukaan air laut perlahan-lahan naik sampai pada ketinggian maksimum, peristiwa tersebut dinamakan pasang tinggi (high water), setelah itu turun sampai pada suatu ketinggian minimum yang disebut pasang rendah (low water). Dari sini permukaan air akan mulai bergerak naik lagi. Perbedaan ketinggian antara pasang tinggi dan pasang rendah dikenal sebagai tinggi pasang (tidal range). Sifat khas dari naik turunnya permukaan air terjadi dua kali setiap hari, sehingga terdapat dua periode pasang tinggi dan dua periode pasang rendah.
Pasang terutama disebabkan oleh adanya gaya tarik menarik antara dua tenaga yang terjadi di lautan berasal dari gaya sentrifugal yang disebabkan oleh perputaran bumi pada sumbunya dan gaya gravitasi yang berasal dari bulan. Akibat adanya tenaga pembangkit pasang ini akan dijumpai adanya dua tonjolan (bulges) massa air di mana satu bagian terdapat pada permukaan bumi yang letaknya paling dekat dengan bulan dan dua tonjolan yang lain terdapat pada bagian yang letaknya paling jauh (sisi lain) dari bulan. Kedudukan posisi bulan, bumi, matahari menghasilkan gelombang spring tides dan neap tides.
Gelombang pasang yang tertinggi biasaya dikenal tsunami. Gelombang tersebut terjadi akibat gangguan yang berada di dasar laut, yakni gempa. Saat gerakan ini terjadi maka akan menyebabkan gerakan air dasar bergejolaknya massa air. Gerakan ini menyebabkan air yang terombang ambing secara vertical.
Berdasarkan keterangan tersebut, maka penulis akan membahas ”Pasang Surut Air Laut” agar dapat bermanfaat bagi pembacannya.

B.     Perumusan Masalah
Makalah ini akan dibahas dalam beberapa permasalahan sebagai berikut:
1.      Bagaimana konsep gelombang pasang surut air laut?
2.      Apakah faktor-faktor pembentuk gelombang pasang surut air laut?
3.      Jelaskan tipe-tipe gelombang pasang surut air laut?
4.      Bagaimana pasang surut di Indonesia ?
5.      Jelasakan alat-alat dan metode pengukuran pasang surut?
6.      Bagaimana konsep terjadinya tsunami?

C.     Tujuan Permasalahan
1.      Menjelaskan konsep gelombang pasang surut air laut;
2.      Menyebutkan faktor-faktor pembentuk gelombang pasang surut air laut;
3.      Menjelaskan tipe-tipe gelombang pasang surut air laut;
4.      Menjelaskan pasang surut di Indonesia;
5.      Menjelasakan alat-alat dan metode pengukuran pasang surut air laut; dan
6.      Menjelaskan konsep tsunami.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Konsep Gelombang Pasang Surut Air Laut
Fenomena pasang surut diartikan naik turunnya muka laut secara berkala akibat adanya gaya tarik benda-benda angkasa terutama matahari dan bulan terhadap massa air di bumi (Pariwono, 1989). Selain itu, pasang surut laut merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunnya permukaan air laut secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik menarik dari benda-benda astronomi terutama oleh matahari, bumi dan bulan (Dronkers, 1964). Pengaruh benda angkasa lainnya dapat diabaikan karena jaraknya lebih jauh atau ukurannya lebih kecil. Pasang surut yang terjadi di bumi ada tiga jenis yaitu: pasang surut atmosfer (atmospheric tide), pasang surut laut (oceanic tide) dan pasang surut bumi padat (tide of the solid earth), tetapi yang akan dibahas dalam makalah ini tentang pasang surut air laut.
Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal. Efek sentrifugal berasal dari dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi bervariasi secara langsung dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi. Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari.
Beberapa teori yang mengkaji tentang pasang surut air laut antara lain: (1) Eqilibrium Theory, dan (2) Dynamical Theory. Berikut masing-masing penjelasan teori-teori tersebut.


(1)   Teori Keseimbangan (Eqilibrium Theory)
Teori kesetimbangan pertama kali diperkenalkan oleh Sir Isaac Newton (1642 1727). Teori tersebut menerangkan sifat-sifat pasang surut secara kualitatif. Teori tersebut terjadi pada bumi ideal yang seluruh permukaannya ditutupi oleh air dan pengaruh kelembaman (Inertia) diabaikan. Teori tersebut juga menyatakan bahwa naik-turunnya permukaan laut sebanding dengan gaya pembangkit pasang surut (King, 1966). Oleh karena itu, memahami gaya pembangkit passng surut dilakukan dengan memisahkan pergerakan sistem bumi-bulan-matahari menjadi 2, yaitu sistem bumi-bulan dan sistem bumi matahari. Teori kesetimbangan bumi diasumsikan tertutup air dengan kedalaman dan densitas yang sama dan naik turun muka laut sebanding dengan gaya pembangkit pasang surut atau GPP (Tide Generating Force), yaitu Resultante gaya tarik bulan dan gaya sentrifugal. Teori tersebut berkaitan dengan hubungan antara laut, massa air yang naik, bulan, dan matahari. Gaya pembangkit pasut ini akan menimbulkan air tinggi pada dua lokasi dan air rendah pada dua lokasi (Gross, 1987).

(2)   Teori Pasang Surut Dinamik (Dynamical Theory)
Teori ini pertama kali dikembangkan oleh Laplace (1796-1825). Teori tersebut melengkapi teori kesetimbangan, sehingga sifat-sifat pasut dapat diketahui secara kuantitatif. Teori tersebut menyatakan lautan yang homogen masih diasumsikan menutupi seluruh bumi pada kedalaman yang konstan, tetapi gaya-gaya tarik periodik dapat membangkitkan gelombang dengan periode sesuai dengan konstitue-konstituennya (Pond dan Pickard, 1978). Gelombang pasang surut yang terbentuk dipengaruhi oleh GPP (Tide Generating Force), yaitu Resultante gaya tarik bulan dan gaya sentrifugal, kedalaman dan luas perairan, pengaruh rotasi bumi, dan pengaruh gesekan dasar.
Menurut teori dinamis, gaya pembangkit pasang surut menghasilkan gelombang pasang surut (tide wive) yang periodenya sebanding dengan gaya pembangkit pasang surut. Terbentuknya gelombang, maka terdapat faktor lain yang perlu diperhitungkan selain GPP. Menurut Defant (1958), faktor-faktor tersebut antara lain :
·         Kedalaman perairan dan luas perairan;
·         Pengaruh rotasi bumi (gaya Coriolis);
·         Gesekan dasar rotasi bumi menyebabkan semua benda yang bergerak di permukaan bumi akan berubah arah (Coriolis Effect). Di belahan bumi utara benda membelok ke kanan, sedangkan di belahan bumi selatan benda membelok ke kiri. Pengaruh tersebut tidak terjadi di equator, tetapi semakin meningkat sejalan dengan garis lintang dan mencapai maksimum pada kedua kutub. Besarnya juga bervariasi tergantung pada kecepatan pergerakan benda tersebut.
Menurut Mac Millan (1966) berkaitan dengan dengan fenomeana pasang surut, gaya Coriolis mempengaruhi arus pasang surut. Faktor gesekan dasar dapat mengurangi tunggang pasut dan menyebabkan keterlambatan fase (Phase lag) serta mengakibatkan persamaan gelombang pasut menjadi non linier semakin dangkal perairan maka semaikin besar pengaruh gesekannya.

B.     Tenaga Pembentuk Gelombang Pasang Surut Air Laut
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pasang surut berdasarkan  teori kesetimbangan, yakni rotasi bumi pada sumbunya, revolusi bulan terhadap matahari, dan revolusi bumi terhadap matahari. Sedangkan berdasarkan teori dinamis adalah kedalaman dan luas perairan, pengaruh rotasi bumi (gaya coriolis), dan gesekan dasar. Selain itu, terdapat beberapa faktor lokal yang dapat mempengaruhi pasang surut di suatu perairan, seperti topogafi dasar laut, lebar selat, bentuk teluk, sehingga berbagai lokasi memiliki ciri pasang surut yang berlainan (Wyrtki, 1961).
Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal.  Efek sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi bervariasi secara langsung dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak.  Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi.  Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut.  Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, yaitu sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari (Priyana, 1994).
Gambar 1.1 Gravitasi antara bumi dan bulan
Bulan dan matahari keduanya memberikan gaya gravitasi tarikan terhadap bumi yang besarnya tergantung kepada besarnya masa benda yang saling tarik menarik tersebut. Bulan memberikan gaya tarik (gravitasi) yang lebih besar dibanding matahari.  Hal tersebut disebabkan walaupun masa bulan lebih kecil dari matahari, tetapi posisinya lebih dekat ke bumi. Gaya-gaya ini mengakibatkan air laut yang menyusun 71% permukaan bumi, menggelembung pada sumbu yang menghadap ke bulan.  Pasang surut terbentuk karena rotasi bumi yang berada di bawah muka air yang menggelembung tersebut yang mengakibatkan kenaikan dan penurunan permukaan laut di wilayah pesisir secara periodik.  Gaya tarik gravitasi matahari juga memiliki efek yang sama, namun dengan derajat yang lebih kecil. Daerah-daerah pesisir mengalami dua kali pasang dan dua kali surut selama periode sedikit di atas 24 jam (Priyana, 1994).
Bumi berputar pada porosnya, maka pasang tinggi yang terjadi pun akan bergerak bergantian secara perlahan-lahan dari satu tempat ke tempat yang lain di permukaan bumi. Satu perputaran yang dialami bumi sehubungan dengan gerakan bulan memerlukan waktu selama 24 jam 50 menit, maka dua pasang tinggi dan dua pasang rendah terjadi dalam periode tersebut.
Gaya tarik gravitasi matahari juga mempengaruhi terjadinya pasang walaupun tenaga yang ditimbulkan terhadap lautan hanya sekitar 47% dari tenaga yang dihasilkan oleh gaya gavitasi bulan. Pada waktu bulan baru dan bulan penuh matahari dan bulan terletak pada satu garis terhadap bumi dan gaya gravitasi yang ditimbulkan mempunyai arah yang sama. Akibatnya, gaya tarik gabungan tersebut menghasilkan tonjolan air pasang yang lebih besar dari biasanya dan pasang yang terjadi pada saat ini dinamakan spring tide. Pada waktu bulan seperempat dan tiga perempat, matahari dan bulan terletak pada posisi yang membentuk sudut siku-siku (90°) satu sama lain, sehingga pada saat ini gaya tarik gravitasi matahari bersifat melemahkan gaya tarik bulan. Akibatnya, gaya tarik yang ditimbulkan terhadap massa air laut menjadi berkurang dan terjadi pasang yang lebih kecil dinamakan neap tide.
Gambar 1.2 Tenaga pembentuk pasang surut air laut
Faktor-faktor setempat seperti bentuk dasar lautan dan massa daratan di sekitarnya kemungkinan menghalangi aliran air yang dapat berakibat luas terhadap sifat-sifat pasang. Contohnya, di Cua Cam di Teluk Tonkin, tipe pasangnya adalah diurnal, di sini hanya terjadi satu periode pasang tinggi dan satu periode pasang rendah dalam waktu satu hari. Mixed tide adalah tipe pasang yang tingginya selalu berubah-ubah yang terjadi di beberapa tempat. Pasang campuran (mixed tides) yang bentuk pasangnya berdasar pada pola pasang semi diurnal terjadi di daerah Sandakan di Laut Sulu, sedang yang bentuk pasangnya berdasar pada pola pasang diurnal terdapatdi Hon Nie Nieu di Vietnam.
Gambar 1.3 Bentuk pantai juga memepengaruhi
pasang surut air laut

C.     Tipe – Tipe Gelombang Pasang Surut Air Laut
Perairan laut memberikan respon yang berbeda terhadap gaya pembangkit pasang surut,sehingga terjadi tipe pasut yang berlainan di sepanjang pesisir. Terdapat tiga tipe pasut yang dapat diketahui (Dronkers, 1964), yaitu:
1)      Pasang surut diurnal. Bila dalam sehari terjadi satu satu kali pasang dan satu kali surut. Biasanya terjadi di laut sekitar katulistiwa.
2)      Pasang surut semi diurnal. Bila dalam sehari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang hampir sama tingginya.
3)      Pasang surut campuran. Gabungan dari tipe 1 dan tipe 2, bila bulan melintasi khatulistiwa (deklinasi kecil), pasang surutnya bertipe semi diurnal, dan jika deklinasi bulan mendekati maksimum terbentuk pasang surut diurnal.
Pasang surut juga terjadi di Indonesia dibagi menjadi 4 (Wyrtki, 1961), yaitu:
1)      Pasang surut harian tunggal (Diurnal Tide)
Pasang surut yang hanya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dalam satu hari. Contohnya, terdapat di Selat Karimata.

Gambar 1.4 Diurnal Tides

2)      Pasang surut harian ganda (Semi Diurnal Tide)
Pasang surut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang tingginya hampir sama dalam satu hari. Contohnya terdapat di Selat Malaka hingga Laut  Andaman.
Gambar 1.5 Semi Diurnal Tides
3)      Pasang surut campuran condong harian tunggal (Mixed Tide, Prevailing Diurnal)
Pasang surut yang tiap harinya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut tetapi terkadang dengan dua kali pasang dan dua kali surut yang sangat berbeda dalam tinggi dan waktu. Contohnya terdapat di Pantai Selatan Kalimantan dan Pantai Utara Jawa Barat.
Gambar 1.6 Mixed Tide, Prevailing Diurnal
4)      Pasang surut campuran condong harian ganda (Mixed Tide, Prevailing Semi Diurnal)
Pasang surut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari tetapi terkadang terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dengan memiliki tinggi dan waktu yang berbeda. Contohnya terdapat di Pantai Selatan Jawa dan Indonesia Bagian Timur.
Gambar 1.7 Mixed Tide, Prevailing Semi Diurnal
Gambar 1.8 Fase ditribusi pasang surut
Kedudukan posisi bulan, matahari, dan bumi, akan menghasilkan gelombang, yang dibagi menjadi 2 yaitu :
a.       gelombang pasang semi atau purnama (Spring tides). Apabila posisi bumi, bulan dan matahari terletak dalam satu garis lurus, sehingga mempunyai puncak gelombang peling tinggi dan lembah gelombang  rendah, terjadi dua kali dalam satu bulan.
b.      Gelombang pasang perbani (neap tides). Terjadi dua kali dalam sebulan apabila posisi bulan, bumi dan matahari membentuk  menyiku sehingga dihasilkan gelombang pasang yang berupa lunar bulge dan lembah gelombang mengalami kenaikan sedikit yang di sebabkan karena solar bulge sehingga puncak gelombang mengalami penurunan sedikit apabila dibandingkan dengan spring tides, tetapi lembah gelombang mengalami kenaikan.
Gambar 1.9 Tipe pasang surut perbani

Gambar 1.10 Tipe pasang surut spring tides
Faktor lain yang mempengaruhi efek ketinggian gelombang adalah proses revolusi bulan mengelilingi bumi dalam elliptical orbit. Titik perige apabila bulan berada dekat dengan bumi dan titik apogee apabila bulan berada pada titik terjauh dari bumi. Gelombang yang terjadi akibat proses revolusi bulan terhadap bumi dibedakan menjadi:
a.       Fase gelombang perige, apabila 2 kali dalam setahun bumi, bulan dan matahari berada dalam satu garis dan bulan berada dalam titik perige sehingga terjadi puncak gelombang benar-benar tinggi dan lembah gelombang benar-benar  rendah.
b.      Fase gelombang apogee, apabila dalam setahun terjaadi 2 kali posisi bumi, bulan, dan matahari berada dalam fase yang tidak segaris dab bulan berada pada titik apogee, sehingga menyebabkan puncak gelombang benar-benar rendah, dan lembah gelombang benar-benar tinggi.
Gelombang pasang merupakan sinergi dari tiga fenomena yang terjadi serentak yakni:
a.      Pasang tertinggi. Terjadi setiap 18,6 tahun sekali pada 17 mei terjadi bulan baru sehingga bumi segaris lurus dengan bulan dan matahari pada jarak terdekat (perigeum), sehingga kombinasi gravitasi keduanya mampu mengangkat air hingga mencapai pasang maksimal.
b.         Gelombang Kelvin. Gelombang di samudra atau atmosfer yang mengimbangi gaya Conolis (gaya akibat rotasi bumi). Gaya tersebut mengarah dari masing-masing kutub ke equator dengan tendensi ke timur dengan kecepatan tetap, hingga membentur pantai atau saling berbenturan dengan gelombang Kelvin dari arah yang berlawanan di equator.
c.         Gelombang Swell. Gelombang akibat tiupan angin dengan skala yang lebih besar dari pada riak (ripples). Angin terjadi karena perbedaan pemanasan. Perbedaan pemanasan ini antara lain diakibatkan oleh perbedaan liputan awan yang berbeda.
Sinergi tiga kekuatan ini (pasang surut, rotasi bumi, dan angin) yang masing-masing pada kondisi maksimum, mengahasilkan gelombang maksimum pula. Ketika gelombang tersebut bertemu topografi dasar laut yang melandai di dekat pantai, maka puncak gelombang tersebut akan tampak membesar, sehingga ketika menghantam pantai menimbulkan bencana yang mengerikan.
Beberapa tipe gelombang pasang surut tersebut juga mempengaruhi arus gelombang pasang surut. Gerakan air vertikal yang berhubungan dengan naik dan turunnya pasang surut, diiringi oleh gerakan air horizontal yang disebut dengan arus pasang surut. Permukaan air laut senantiasa berubah-ubah setiap saat karena gerakan pasang surut, keadaan tersebut juga terjadi pada tempat-tempat sempit, seperti teluk dan selat, sehingga menimbulkan arus pasut(Tidal current). Gerakan arus pasut dari laut lepas yang merambat ke perairan pantai akan mengalami perubahan, faktor yang mempengaruhinya antara lain adalah berkurangnya kedalaman (Mihardja, 1994).
Arus yang terjadi di laut teluk dan laguna akibat massa air mengalir dari permukaan yang lebih tinggi ke permukaan yang lebih rendah yang disebabkan oleh pasang surut. Arus pasang surut adalah arus yang cukup dominan pada perairan teluk yang memiliki karakteristik pasang (Flood) dan surut. Pada waktu gelombang pasang surut merambat memasuki perairan dangkal, seperti muara sungai atau teluk, maka badan air kawasan ini akan bereaksi terhadap aksi dari perairan lepas (King, 1962).
Daerah-daerah di mana arus pasang surut cukup kuat, tarikan gesekan pada dasar laut menghasilkan potongan arus vertikal, dan resultan turbulensi menyebabkan bercampurnya lapisan air bawah secara vertikal.  Pada daerah lain, di mana arus pasang surut lebih lemah, pencampuran sedikit terjadi, dengan demikian stratifikasi (lapisan-lapisan air dengan kepadatan berbeda) dapat terjadi. Perbatasan antar daerah-daerah kontras dari perairan yang bercampur dan terstratifikasi seringkali secara jelas didefinisikan, sehingga terdapat perbedaan lateral yang ditandai dalam kepadatan air pada setiap sisi batas.
Tipe pasang surut juga dapat ditentukan berdasarkan bilangan Formzal (F) yang dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut:
F = [A(O1) + A(K1)]/[A(M2) + A(S2)]
Tabel 2.1 Tipe pasang surut berdasarkan bilangan Formzal (F)
Dimana:
F            : bilangan Formzal
AK1        : amplitudo komponen pasang surut tunggal utama yang
                             disebabkan oleh gaya tarik bulan dan matahari
AO1        : amplitudo komponen pasang surut tunggal utama yang
                             disebabkan oleh gaya tarik bulan
AM2        : amplitudo komponen pasang surut ganda utama yang  
     disebabkan oleh gaya tarik bulan
AS2          : amplitudo komponen pasang surut ganda utama yang  
     disebabkan oleh gaya tarik matahari

Sifat pasang surut yang periodik tentunya dapat diramalkan. Untuk meramalkan pasang surut, diperlukan data amplitudo dan beda fasa dari masing-masing komponen pembangkit pasang surut. Komponen-komponen utama pasang surut terdiri dari komponen tengah harian dan harian. Namun demikian, karena interaksinya dengan bentuk (morfologi) pantai dan superposisi antar gelombang pasang surut komponen utama, akan terbentuklah komponen-komponen pasang surut yang baru.

D.    Pasang Surut di Indonesia
Indonesia merupakan negara kepulauan yang dikelilingi oleh dua lautan, yaitu Samudera Indonesia dan Samudera Pasifik. Posisinya yang berada di garis katulistiwa, sehingga kondisi pasang surut, angin, gelombang, dan arus laut cukup besar. Hasil pengukuran tinggi pasang surut di wilayah laut Indonesia menunjukkan beberapa wilayah lepas laut pesisir daerah Indonesia memiliki pasang surut cukup tinggi. Beberapa wilayah lepas laut pesisir Indonesia yang memiliki pasang surut cukup tinggi, antara lain wilayah laut di timur Riau, laut dan muara sungai antara Sumatera Selatan dan Bangka, laut dan selat di sekitar pulau Madura, pesisir Kalimantan Timur, dan muara sungai di selatan pulau Papua (muara sungai Digul) (Sumotarto, 2003).
Keadaan pasang surut di perairan Nusantara ditentukan oleh penjalaran pasang surut dari Samudra Pasifik, Hindia, morfologi pantai, dan batimeri perairan yang kompleks dimana terdapat banyak selat, palung, dan laut yang dangkal dan laut dalam.  Keadaan perairan tersebut membentuk pola pasang surut yang beragam.  Di Selat Malaka pasang surut setengah harian (semi diurnal) mendominasi tipe pasut di daerah tersebut.  Berdasarkan pengamatan pasang surut di Kabil, Pulau Batam diperoleh bilangan Formzhal sebesar 0,69, sehingga pasang surut di Pulau Batam dan Selat Malaka pada umumnya adalah pasut bertipe campuran dengan tipe ganda yang menonjol.  Pasang surut harian (diurnal) terdapat di Selat Karimata dan Laut Jawa. Berdasarkan pengamatan pasut di Tanjung Priok diperoleh bilangan Formzhal sebesar 3,80.  Jadi tipe pasang surut di Teluk Jakarta dan laut Jawa pada umumnya adalah pasut bertipe tunggal. Tunggang pasang surut di perairan Indonesia bervariasi antara 1 sampai dengan 6 meter.  Di Laut Jawa, umumnya tunggang pasang surut antara 1–1,5 m, kecuali di Selat madura yang mencapai 3 meter. Tunggang pasang surut 6 meter di jumpai di Papua (Diposaptono, 2007).
Kisaran pasang-surut (tidal range), yakni perbedaan tinggi muka air pada saat pasang maksimum dengan tinggi air pada saat surut minimum, rata-rata berkisar antara 1 m hingga 3 m. Di Tanjung Priok (Jakarta) kisarannya hanya sekitar 1 m, Ambon sekitar 2 m, Bagan Siapi-api sekitar 4 m, sedangkan yang tertinggi di muara Sungai Digul dan Selat Muli di dekatnya (Irian Jaya bagian selatan) kisaran pasang-surutnya cukup tinggi, bisa mencapai sekitar 7-8 m (Nontji, 1987).
Pasang-surut tidak hanya mempengaruhi lapisan di bagian teratas saja, melainkan seluruh massa air. Energinya sangat besar. Di perairan-perairan pantai, terutama di teluk-teluk atau selat-selat yang sempit, gerakan naik-turunnya muka air akan menimbulkan terjadinya arus pasang-surut. Di tempat-tempat tertentu arus pasang-surut ini cukup kuat. Arus pasang-surut terkuat yang tercatat di Indonesia adalah di Selat Capalulu, antara P. Taliabu dan P. Mangole (Kepulauan Sula) yang kekuatannya bisa mencapai 5 m/detik. Di selat-selat di antara pulau-pulau Nusa Tenggara kekuatannya bisa mencapai 2,5-3 m/detik pada saat pasang purnama. Di daerah-daerah lainnya kekuatan arus pasang-surut biasanya kurang dari 1,5 m/detik, sedangkan di laut terbuka di atas paparan kekuatannya biasanya kurang dari 0,5 m/detik.
Berbeda dengan arus yang disebabkan oleh angin yang hanya terjadi pada air lapisan tipis di permukaan, arus pasang-surut bisa mencapai lapisan yang lebih dalam. Ekspedisi Snellius I (1929-1930) di perairan Indonesia bagian Timur dapat menunjukkan bahwa arus pasang-surut masih dapat diukur pada kedalaman lebih dari 600 m (Nontji, 1987).

E.     Alat-Alat Pengukuran Pasang Surut Air Laut dan Metode Pengukurannya
Beberapa alat prngukuran pasang surut diantaranya sebagai berikut:
a.    Tide Staff
Alat ini berupa papan yang telah diberi skala dalam meter atau centi meter.  Biasanya digunakan pada pengukuran pasang surut di lapangan. Tide Staff (papan Pasut) merupakan alat pengukur pasang surut paling sederhana yang umumnya digunakan untuk mengamati ketinggian muka laut atau tinggi gelombang air laut.  Bahan yang digunakan biasanya terbuat dari kayu, alumunium atau bahan lain yang di cat anti karat.
Gambar 2.2 Tide Staff
Syarat pemasangan papan pasut adalah:
o   Saat pasang tertinggi tidak terendam air dan pada surut terendah masih tergenang oleh air;
o   Jangan dipasang pada gelombang pecah karena akan bias atau pada daerah aliran sungai (aliran debit air);
o   Jangan dipasang didaerah dekat kapal bersandar atau aktivitas yang menyebabkan air bergerak secara tidak teratur;
o   Dipasang pada daerah yang terlindung dan pada tempat yang mudah untuk diamati dan dipasang tegak lurus
o   Cari tempat yang mudah untuk pemasangan misalnya  dermaga sehingga papan mudah dikaitkan;
o   Dekat dengan bench mark atau titik referensi lain yang ada sehingga data pasang surut mudah untuk diikatkan terhadap titik referensi;
o   Tanah dan dasar laut atau sungai tempat didirikannya papan harus stabil; dan
o   Tempat didirikannya papan harus dibuat pengaman dari arus dan sampah

b.   Tide Gauge
Perangkat untuk mengukur perubahan muka laut secara mekanik dan otomatis.  Alat ini memiliki sensor yang dapat mengukur ketinggian permukaan air laut yang kemudian direkam ke dalam komputer.  Tide gauge terdiri dari dua jenis, yaitu
o   Floating tide gauge (self registering)
Prinsip kerja alat ini berdasarkan naik turunnya permukaan air laut dapat diketahui melalui pelampung yang dihubungkan dengan alat pencatat (recording unit). Pengamatan pasang surut dengan alat ini banyak dilakukan, namun yang lebih banyak dipakai adalah dengan cara rambu pasut.
o   Pressure tide gauge (self registering)
Prinsip kerja pressure tide gauge hampir sama dengan floating tide gauge, namun perubahan naik-turunnya air laut direkam melalui perubahan tekanan pada dasar laut yang dihubungkan dengan alat pencatat (recording unit). Alat ini dipasang sedemikian rupa sehingga selalu berada di bawah permukaan air laut tersurut, namun alat ini jarang sekali dipakai untuk pengamatan pasang surut.
Gambar 2.3 Tide Gauge

c.    Satelit
Sistem satelit altimetri berkembang sejak tahun 1975 saat diluncurkannya sistem satelit Geos-3.  Saat ini, secara umum sistem satelit altimetri mempunyai tiga objektif ilmiah jangka panjang, yaitu mengamati sirkulasi lautan global, memantau volume dari lempengan es kutub, dan mengamati perubahan muka laut rata-rata (MSL) global. Prinsip Dasar Satelit Altimetri adalah satelit altimetri dilengkapi dengan pemancar pulsa radar (transmiter), penerima pulsa radar yang sensitif (receiver), serta jam berakurasi tinggi. Sistem ini, altimeter radar yang dibawa oleh satelit memancarkan pulsa-pulsa gelombang elektromagnetik (radar) kepermukaan laut. Pulsa-pulsa tersebut dipantulkan balik oleh permukaan laut dan diterima kembali oleh satelit. Prinsip penentuan perubahan kedudukan muka laut dengan teknik altimetri yaitu pada dasarnya satelit altimetri bertugas mengukur jarak vertikal dari satelit ke permukaan laut.
Tinggi satelit di atas permukaan ellipsoid referensi diketahui maka tinggi muka laut (Sea Surface Height atau SSH) saat pengukuran dapat ditentukan sebagai selisih antara tinggi satelit dengan jarak vertikal.  Variasi muka laut periode pendek harus dihilangkan sehingga fenomena kenaikan muka lautdapat terlihat melalui analisis deret waktu (time series analysis).  Analisis deret waktu dilakukan karena kita akan melihat variasi temporal periode panjang dan fenomena sekularnya (http://gdl.geoph.itb.ac.id).

Selain itu, terdapat metode perhitungan pasang surut air laut. Hal tersebut dikarenakan gaya tarik bumi dan benda langit (bulan dan matahari), gaya gravitasi bumi, perputaran bumi pada sumbunya dan perputaran bumi mengelilingi matahari menimbulkan pergeseran air laut, salah satu akibatnya adalah terjadinya pasang surut laut. Fenomena alam tersebut merupakan gerakan periodik, maka pasang surut yang ditimbulkan dapat dihitung dan diprediksikan (www.bakosurtanal.go.id).
Dalam penelitian lebih lanjut diketahui bahwa untuk setiap tempat yang mengalami pasang surut mempunyai ciri tertentu, yaitu besar pengaruh dari tiap-tiap komponen selalu tetap dan hal ini disebut tetapan pasang surut. Selama tidak terjadi perubahan pada keadaan geografinya, tetapan tersebut tidak akan berubah. Apabila tetapan pasang surut untuk suatu tempat tertentu sudah diketahui maka besar pasang surut untuk setiap waktu dapat diramalkan (www. digilib.itb.ac.id).
Menghitung tetapan pasang surut tersebut, beberapa metoda yang sudah biasa dipakai misalnya metoda Admiralty yang berdasarkan pada data pengamatan selama 15 hari atau 29 hari. Pada metode ini dilakukan perhitungan yang dibantu dengan tabel akan menghasilkan tetapan pasang surut untuk 9 komponen. Dengan adanya kemajuan teknologi di bidang elektronika yang sangat pesat, penggunaan komputer mikro untuk menghitung tetapan pasang surut serta peramalannya akan sangat memungkinkan. Sehubungan dengan itu akan dicari suatu cara untuk memproses data pengamatan pasang surut sehingga dapat dicari tetapan pasang surut serta peramalannya dengan cara kerja yang mudah.
Proses perhitungan dari komputer didasarkan pada penyesuaian lengkung dari data pengamatan dengan metoda kuadrat terkecil dengan menggunakan beberapa komponen yang dianggap mempunyai faktor yang paling menentukan. Untuk ini dibahas penurunan matematiknya serta pembuatan program untuk kamputernya.
Program komputer dibuat sedemikian rupa sehingga untuk proses perhitungan tersebut diatas hanya tinggal memesukkan data, sedang seluruh proses selanjutnya akan dikerjakan oleh komputer. Program untuk komputer dibahas secara terperinci mulai dari dasar perhitungan, isi program serta bagan alirnya. Kebenaran dan ketelitian hasil perhitungan dibuktikan dengan memberikan contoh perhitungan dan penyajian berupa grafik. Perhitungan dilakukan untuk beberapa lokasi pengamatan pasang surut serta waktu pengamatan yang berlainan (www.digilib.itb.ac.id ).
Di Indonesia, pengamatan pasut laut bekerjasama dengan pihak otoritas pelabuhan, Bakosurtanal memasang alat rekam data pasut otomatis di dermaga pelabuhan yang disebut stasiun pasut. Alat rekam data pasut (AWLR = Automatically Water Level Recorder) mencatat tinggi muka laut secara otomatis dan terus menerus. Rekaman data berupa grafik, lubang-lubang kertas data pada stasiun pasut online, data pasut dicatat dan, setiap saat dapat dilakukan download lewat saluran telepon dan menggunakan modem.
Pengumpulan dan pengolahan data pasut, kertas rekam data pasut pada 28 stasiun pasut manual, setiap akhir bulan dipotong dan dikirim ke Bakosurtanal untuk pengolahan data. Pengumpulan data pasut pada 25 stasiun pasut on-line, dilakukan dengan download pada komputer di Bakosurtanal yang dilengkapi modem dan fasilitas saluran telepon. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan komputer dan software pengolahan pasut.
Analisa dan penyajian informasi pasut. Analisa pasut meliputi hasil hitungan yang dapat menjelaskan karakter pasang surut laut. Sajian informasi karakter laut tersebut tampilannya bervariasi mulai tampilan standard informasi pasut sampai dengan informasi praktis bagi pengguna untuk perencanaan bangunan pelabuhan.
Hasil kegiatan yang diperoleh adalah data pasut 53 stasiun pasut seluruh Indonesia dalam waktu 1 (satu) tahun pengamatan. Data tersebut dihitung dan hasilnya disajikan pada buku informasi pasut laut Bakosurtanal (www.bakosurtanal.go.id).
Gambar 2.4 Tampilan Pasang surut yang dicatat di Bakosurtanal

F.      Tsunami
Perpindahan badan air yang disebabkan oleh perubahan permukaan laut secara vertikal dengan tiba-tiba dinamakan Tsunami. Perubahan permukaan laut tersebut bisa disebabkan oleh gempa bumi yang berpusat di bawah laut, letusan gunung berapi bawah laut, longsor bawah laut, atau atau hantaman meteor di laut. Gelombang tsunami dapat merambat ke segala arah. Tenaga yang dikandung dalam gelombang tsunami tetap terhadap fungsi ketinggian dan kelajuannya. Di laut dalam, gelombang tsunami dapat merambat dengan kecepatan 500-1000 km per jam. Setara dengan kecepatan pesawat terbang. Ketinggian gelombang di laut dalam hanya sekitar 1 meter. Dengan demikian, laju gelombang tidak terasa oleh kapal yang sedang berada di tengah laut.
Ketika mendekati pantai, kecepatan gelombang tsunami menurun hingga sekitar 30 km per jam, namun ketinggiannya sudah meningkat hingga mencapai puluhan meter. Hantaman gelombang tsunami dapat masuk hingga puluhan kilometer dari bibir pantai. Kerusakan dan korban jiwa yang terjadi karena tsunami dapat diakibatkan hantaman air maupun material yang terbawa oleh aliran gelombang tsunami.
Gambar 3.1 Proses Tsunami


Gambar 3.2 Tsunami akibat gempa tektonik di dasar laut

Kecepatan gelombang tsunami tergantung pada kedalaman laut di mana gelombang terjadi, dimana kecepatannya bisa mencapai ratusan kilometer per jam. Bila tsunami mencapai pantai, kecepatannya akan menjadi kurang lebih 50 km/jam dan energinya sangat merusak daerah pantai yang dilaluinya. Di tengah laut tinggi gelombang tsunami hanya beberapa cm hingga beberapa meter, namun saat mencapai pantai tinggi gelombangnya dapat mencapai puluhan meter karena terjadi penumpukan masa air. Saat mencapai pantai tsunami akan merayap masuk daratan jauh dari garis pantai dengan jangkauan mencapai beberapa ratus meter bahkan bisa beberapa kilometer.
Gerakan vertikal ini dapat terjadi pada patahan bumi atau sesar. Gempa bumi juga banyak terjadi di daerah subduksi, dimana lempeng samudera menelusup ke bawah lempeng benua. Tanah longsor yang terjadi di dasar laut serta runtuhan gunung api juga dapat mengakibatkan gangguan air laut yang dapat menghasilkan tsunami. Gempa yang menyebabkan gerakan tegak lurus lapisan bumi. Akibatnya, dasar laut naik-turun secara tiba-tiba, sehingga keseimbangan air laut yang berada di atasnya terganggu. Demikian pula benda kosmis atau meteor yang jatuh dari atas. Jika ukuran meteor atau longsor ini cukup besar, dapat terjadi megatsunami yang tingginya mencapai ratusan meter.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Gelombang pasang surut air laut disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut teori keseimbangan gaya pembangkit pasang surut terjadi karena pemisahkan pergerakan sistem bumi-bulan-matahari menjadi 2, yaitu sistem bumi-bulan dan sistem bumi matahari. Sedangkan menurut teori dinamik gaya pembangkit pasang surut menghasilkan gelombang pasang surut (tide wive) yang periodenya sebanding dengan gaya pembangkit pasang surut. Selain itu, faktor faktor lokal seperti bentuk dasar lautan dan massa daratan di sekitarnya kemungkinan menghalangi aliran air yang dapat berakibat luas terhadap sifat-sifat pasang.
.  Tenaga pembentuk pasang surut juga berasal dari bulan, bumi, dan matahari yang menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut.  Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, yaitu sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari (Priyana, 1994).
Tipe-tipe pasang surut air laut bermacam-macam. Salah satunya berdasarkan kedudukan bulan, bumi, dan matahari antara lain spring tides dan nead tides. Indonesia terjadi tipe pasang surut harian, campuran, dan  semi diurnal. Indonesia juga memiliki pasang surut yang tinggi karena dipengaruhi oleh Samudera Hindia dan Pasifik.
Alat-alat yang digunakan dalam pengukuran pasang surut air laut antara lain, tide staff, Tide Gauge, dan satelit. Sedangkan metode yang digunakan dalam pengukuran pasang surut air laut dengan proses perhitungan dari komputer didasarkan pada penyesuaian lengkung dari data pengamatan dengan metoda kuadrat terkecil dengan menggunakan beberapa komponen yang dianggap mempunyai faktor yang paling menentukan. Dengan bantuan komputer, maka akan memperoleh data pasang surut air laut.
Tsunami merupakan gelombang laut besar yang terjadi karena gempa tektonik di dasar laut, gunung meletus, dan tanah longsor. Gerakan vertikal ini dapat terjadi pada patahan bumi atau sesar. Patahan tersebut akan terisi oleh air secara tiba-tiba yang biasanya dinamakan surut secara drastis. Jika sudah cukup terisi oleh air dan mendapat tekanan yang kuat, maka gelombang tersebut lama-kelamaan akan tinggi dan sangat kuat untuk mencapai daratan, hingga membuat kerusakan. Gelombang tsunami dapat merambat dengan kecepatan 500-1000 km per jam. Dengan gelombang besar tersebut menyebabkan daerah di sekitar pantai juga luluh lantak.


DAFTAR PUSTAKA

Aditra, Chris. 2009. Pasang Surut. (Online).
(http://mydipblog.blogspot.com/2009/04/pasang-surut.html). Diakses, 21
Pebruari 2012.

Admin. 2011. Pengertian Tsunami, Sebab Tsunami. (Online).

(http://ridwanaz.com/umum/geografi/sebab-terjadinya-tsunami

pengertian-tsunami-foto-video/). Diakses 17 Pebruari 2012. 

Hutabarat, Sahala. 1982. Pengantar Oceanografi. Surabaya: Erlangga.

Suardi, Yogi. 2011. Pasang surut. (Online). (http://www.ilmukelautan.com/oseanografi/fisika-oseanografi/402-pasang-surut). Diakses tanggal 28 Januari 2012.
Subagio, Heru. 2011. Pasang Surut Air Laut. (Online).
(http://herugio1.blogspot.com/2010/01). Diakses tanggal 28 Januari 2012.

Wiwoho, Bagus Setiabudi. 1999. Pengantar Oceanografi. Malang: Universitas
Negeri Malang.




1 komentar: